Senin, 31 Agustus 2015

Teorema Kecantikan



Puisi 28 Agustus 2015
Teorema Kecantikan
Tentang seorang cantik yang butuh tiga ons bedak curah tiap hari untuk menyamarkan noda kecantikannya, ya kecantikan itu sendiri.
Pertama kulihat dirinya, timbul rasa tidak suka. Pokoknya jengkel saja dengan model wajah seperti itu.
Ia pelacur yang tak mengerti sedikitpun tentang uang hingga kini hijrah jadi hajah.
Tahun lalu ia sudah tunaikan rukun ke lima. Aku turut senang bisa mengantarnya ke asrama haji.
                Majlis pengajiannya ramai sekali akhir-akhir ini.
                Isinya pelacur, LGBT, germo, mucikari, dan tentunya puluhan mantan pelanggan.
                Aku selalu hadir sekadar untuk mengenang seluk beluk bibirnya yang kini tanpa lipstik.
                Benar kataku, ia lebih cantik bila pakai hijab.
                Mungkin rambut gimbalnya yang dulu sudah dipotong habis, tak ada cara lain.
Tema utama khotbahnya, terutama kalau jumat siang adalah seputar teorema kecantikan: kalau orang punya kecantikan praksis, orang akan dengan mudah membasmi kecantikan perjuangan. Semua tentang kecantikan janganlah dipandang lugu atau kecantikanlah yang lugu. Pernah suatu kali, kecantikan jadi lugu. Kita orang praksis jengkel setengah mati.
                Selepas shalat tarawih terakhir lebaran tahun ini, kami sempatkan diri ngobrol sebentar
                Teras masjid pertemuan terakhir kami waktu itu lantas kujuluki pelataran cinta.
                Ia mengaku, “Mas, aku bisanya begini, menyanjung orang lain, tapi ya memang dari dulu tak punya kekuatan praksis. Siapa sih teman senegara kita yang begitu? Yang pinter teorema kecantikan memang banyak, tapi yang punya kecantikan praksis kan hampir tak ada! Lihat saja kami ini, dari dulu kurus kering.”
                Aku tak terlalu peduli lagi, “Sudahlah dik. Orang kaya kita sulit untuk bisa punya kecantikan praksis. Makanya, tuliskan saja mimpi-mimpimu biar tiap malam kau hadir dalam mimpiku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar