Refleksi 21 September 2015
Filsafat
Perkembangan Organisme Puncak
Masih berdasarkan pembacaan Dunia Sophie. Terimakasih sebelumnya buat
Jostein Gaarder.
Tulisan ini diilhami oleh filsafat
klasik masa Yunani yang senang untuk mengklasifikasikan segala hal dalam hidup
ini. Saya menangkap hal lain. Mari kita fokuskan pada klasifikasi mahluk hidup.
Lihatlah kesesuaian antara sejarah bumi menurut agama dan menurut ilmu biologi
atau sains. Pada mulanya belum ada hewan maupun manusia. Yang ada lebih dulu
adalah daya dukung mahluk hidupnya. Sederhananya, sebelum tercipta kuda
pastilah sudah ada rumput terlebih dahulu. Sebelum ada ikan pastilah sudah ada
air terlebih dahulu. Sebelum ada air pastilah ada bumi terlebih dulu. Contoh
lain yang lebih cerdas, pikirkan sendiri.
Berdasarkan rantai keberadaan mahluk
tersebut, pikirkanlah: apakah manusia adalah organisme puncak? Organisme puncak
adalah organisme yang ada bukan untuk mengadakan yang lain. Secara lebih tepat,
organisme puncak adalah organisme yang sudah tidak memungkinkan organisme lain
untuk ada. Maksudnya begini, kalau kita lihat rumput, keberadaannya nampak
bermanfaat untuk keberadaan organisme lain yang lebih tinggi, misalnya kuda.
Saya sangat berhati-hati untuk
menjelaskan tapi bila orang mengerti maka ia mungkin akan menyimpulkan bahwa
rumput akan berevolusi menjadi kuda. Ah, kalau sudah menyebut kata itu, banyak
kalangan akan sinis. Silahkan saja. Saya tidak mau memusuhi kaum agama.
Akhir-akhir ini saya juga sedang
melakukan pembacaan pada The Origin of Species karya Darwin. Sayangnya saya
membaca versi terjemahan bahasa Indonesia. Rasanya terjemahannya bagus sih
sehingga kesimpulan saya Darwinnya saja yang kurang memiliki kecerdasan dalam
menyusun kalimat. Alur pikirnya masih belum baik. Runtutan narasinya membingungkan
dan kurang memikat. Apakah saya memikat? Apakah saya penulis yang biak dan
bermutu? Tentu saja tidak. Jadi maafkanlah aku oh arwah Darwin yang sekarang
entah dimana. Aku tidak ingin meresahkanmu.
Dalam keadaan ini aku juga sedang
berjuang seperti Marx. Curcol sedikit ya, Marx itu mampu bikin tulisan yang
bagus dan memikat padahal ia ngetiknya ditengah keriuhan keluarganya. Lebih
lagi, ia juga menulis ditengah himpitan kemiskinan. Halah, mungkin ia pakai
permen karet atau apa untuk menutup telinganya sehingga tuli sementara. Mungkin
ia pakai earphone dan menulis sambil mendengarkan Bon Jopi atau Metalikka.
Angels kan kaya, mungkin ia yang mbeliin.
Sekianlah tentang tulisan ini. Judul
yang lebih make sense adalah ‘Filsafat Perkembangan Organisme Menuju Puncak’.
Semoga saya nanti bisa merevisi tulisan ini jadi lebih baik. Sekian terimakasih
dulu. Saya mau move on dulu. Semoga hari ini bisa kembali waras pikiran ini.
Mohon doa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar