Jumat, 04 September 2015

On the Existence of God: Is It the Point?



Essay Kritis 4 September 2015
On the Existence of God: Is It the Point?
Setelah kupelajari perdebatan tentang Tuhan selama ini, pointnya bukan pada ada atau tidak adanya Tuhan. Eksistensi Tuhan nampak bukan hal yang relevan untuk dibicarakan pada saat ini. Jadi, apakah saya ini atheis atau justru sungguh theis? Saya merasa yang kedua.
Maksud saya begini, sejauh ini saya tidak menemukan makna dalam pencarian tentang entitas atau terma yang dinamakan “Tuhan”. Saya menemukan bahwa makna yang selama ini ada (atau diadakan) bukanlah tentang “Tuhan” itu sendiri namun tentang ketuhanan. Gagasan saya tentu didukung oleh teks-teks religius misalnya oleh salah satu Hadits Nabi yang menyatakan bahwa segala pencarian tentang Tuhan pastilah berakhir pada kekhufuran (kesesatan) karena pemahaman manusia atas Tuhan tidak pernah sampai pada Dzat Sejati-Nya namun pada sifat-sifat kemahaan-Nya (Saya mempelajari Hadits ini dari buku Sejarah Tuhan yang ditulis Karen Armstrong yang sayangnya tidak menyertakan sumber Hadits secara terperinci. Semoga bila ada pihak yang mengetahui perincian sumber Hadits itu dan bersedia memberitahu saya).
Cobalah sekarang kita tanyakan pada diri sendiri, “Apakah makna Tuhan itu sendiri dalam hidupku?” Orang pasti akan memberi pemaknaan yang selalu terkait dengan atribut-atribut ketuhanan Tuhan tersebut. Contoh pemaknaan misalnya terkait pada peran dan manfaat Tuhan yang diyakini sesuai dengan teks-teks religius. Peran dan manfaat Tuhan atau atribut Tuhan tersebut kiranya bukan Tuhan itu sendiri namun sifat ketuhanan-Nya.
Sebagai selingan, tidak perlu jauh-jauh pada sosok Tuhan yang tak observable dan tak dapat dieksperimentasi, sekarang diri kita sendiri dulu. Misalkan pada manusia yang bernama Kapir. Kapir nampaknya tidak akan pernah diketahui dan tidak ada maknanya kecuali bila Kapir memiliki berbagai macam atribut misalnya prestasi belajar, prestasi kerja, pengalaman hidup yang beragam, kekayaan, kedermawanan, kebaikan hati, dll. Nah, demikian pula dengan Tuhan.
Akhir kata saya tegaskan bahwa point segala debat atau diskusi tentang Tuhan, saya lebih senang menggunakan kata diskursus, senantiasa berujung pada ketuhanan. Pointnya bukan pada eksistensi Tuhan itu sendiri yang selalu saja terkait dengan antropomorfisme oknum Tuhan, namun pada sifat-sifat atau atribut-atribut yang menyertai Tuhan tersebut sebagaimana yang diyakini oleh penghayat.
Sekali lagi pertanyaannya, “Apakah saya ini atheis atau malah sungguh theis?” Monggo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar