Essay 11 September 2015
Just
Correlation, based Daniel L. Pals’s Seven Theories of Religion
1.
Freud menyatakan bahwa latar belakang perilaku
manusia, apapun itu termasuk beragama, senantiasa didorong oleh motif-motif
asadar yang hampir selalu neurotik. Nah, bandingkan dengan Marx yang menyatakan
bahwa semua perilaku manusia cenderung didorong oleh motif ekonomi yaitu untuk
memenuhi kebutuhan dasar (katakanlah makanan, uang, uang, dan uang). Jadi
kesimpulannya kalau aku sih ya begini, neurotisisme yang menjadi motif asadar
perilaku manusia menurut Freud tidak lain adalah himpitan ekonomi alias
kemiskinan finansial. Jadi, kalau manusia ingin tidak neurotik alias sehat
secara psikologis, jadilah kaya! Menjadi kaya adalah kebutuhan manusia yang
paling dasar sekaligus daya dorong tiap perilaku manusia. Jadi, perilaku
manusia, apapun itu, selalu didorong oleh kebutuhan dasar (baca: kebutuhan
untuk jadi kaya) meskipun kebutuhan dasar itu telah dirasa mencukupi. Oh tidak,
kebutuhan dasar akan senantiasa berkembang makin besar bak pulau yang melebar
oleh lelehan magma gunung api.
2.
Marx, sepertinya you mau bilang gini, “Agama
tercipta oleh suatu kekuatan sistem ekonomi yang mana olehnya pertentangan
antar kelas dan alienasi tercipta.” Iya kan! So you mau lanjut lagi gini, “Kalau
kekuatan sistem ekonomi itu dihancurkan oleh revolusi maka agama dengan
sendirinya akan hancur.” Pasti begitu. Okay. Saya mau kritisi lagi tentang satu
kata yang muncul dari mulutmu yaitu ‘revolusi’. Dirimu ingin melakukan revolusi
pada kaum yang memiliki kekuatan sistem ekonomi itu karena kamu tidak kebagian
kerjaan yang mana olehnya kamu bisa jadi orang kaya. Begini, revolusi agama kau
inginkan karena kaum agama yang dalam hal ini adalah proyeksi dari kaum
kapitalis, telah menyebabkan kamu hidup dalam kemiskinan. Ini lanjutan dari
nomor 1 saja sih, intinya kalau kamu dulu itu kaya raya seperti Engels, rasanya
kamu ga kan pernah bikin teori macem-macem deh. Das Kapital atau Communist
Manifesto mungkin takkan pernah ada, maksudku gitu. By the way aku suka
gagasanmu yang jeli untuk melihat akar masalah. Aku juga punya konflik batin
sepertimu sih ya. Sekarang aku tahu bagaimana cara untuk mengakhiri konflik
batin itu. Hacurkan akar masalahnya!
3.
Sekarang perbandingan teori-teori dalam Pals
(2012) itu dengan teoriku yaitu kondisi kehidupanku pada masa kini. Baik,
berangkat dari akar masalah saja. Akar masalahku saat ini adalah kebutuhan
untuk memperkokoh dasar fundamental alias ekonomi finansial. Kurang ajarnya
sekarang ini aku diharuskan untuk menyelesaikan satu tugas kebodohan yang
olehnya uang tidak akan tercipta secara praksis. Jujur saja, ini adalah
radikalisme teoriku bila nanti kalian membaca bukuku yang bertema ‘akar
masalah’. BTW tentang masalahku itu tadi, dari pada seperti ini terus mendingan
bercocok tanam atau berternak atau bahkan menjadi buruh rendahan namun jelas
tiap bulannya mendapatkan penghasilan walaupun sedikit. Eh sebentar, akar
masalahnya tidak begitu. Kondisi ini akan teratasi bila akar dari kondisi ini
yaitu kewajiban tugas itu telah diselesaikan. Jadi untuk mengakhiri penderitaan
ini adalah dengan menyelesaikan tugas kewajiban kebodohan tersebut sesegera
mungkin lalu bisa move on jadi buruh atau apalah terserah yang penting tiap
bulannya ada uang sedikit-sedikit dari pada tidak sama sekali.
4.
Hahahahhahah. Sekarang gunakan teori-teori agama
dalam Pals (2012) untuk mengkritisi mentalitas inlander seperti yang masih ada
dalam (sebagian) hidup saya.
5.
Baik sampai disini dulu belajar teoritik ini.
Adapun mentalitas inlander saya tadi sedang saya kikis sedikit demi sedikit.
Mentalitas inlander juga merupakan salah satu bentuk dampak dari keterhimpitan
ekonomi. Jadi, ingat point-point di atas, kalian akan paham seluruh motif
perilaku saya, mengapa saya menulis begini atau menulis begitu. Yah, motif saya
begini adalah untuk melepaskan diri dari akar masalah, apalagi kalau bukan itu
yang tidak usah disebutlah. Ijinkan saya untuk sedikit curcol ya. Jadi pola
kerja saya itu seperti Karl Marx, aneh. Kalau Marx itu kadang mabuk-mabukan dan
kadang kerja seharian sampe malam hari untuk menulis. Nah, kalau saya kadang
menulis mati-matian tapi kadang cuma baca-baca novel dan nulis satu dua hal
yang nampaknya sampah saja. Hmm, yang bagiku sampah bisa jadi berkah bagimu
lho. Demikian juga sebaliknya.
6.
Jadi akhirnya adalah bagaimana untuk mewujudkan
cita-cita solusi dalam praksis hidup sehari-hari. Perwujudan ini harus senyata
mungkin sehingga benar-benar bisa menghapus kemiskinan pribadi. Ga usah mikir
orang lain lah, bila diri bisa memastikan untuk jadi orang kaya, itu sudah
sangat membantu komunitas atau negara. Curcol dikit lagi ya, kalau pakai contoh
saya, sekarang masalahnya adalah bagaimana caranya supaya dengan menulis
seperti ini saya dapat menjadi orang kaya. Bagaimana caranya supaya puisi,
cerpen, novel, essay, dan tulisan-tulisanku yang lain dapat menghasilkan uang?
7.
Kalau anda ingin membantu saya silahkan. Bila
anda tidak punya ide atau punya tapi disembunyikan ya tidak apa-apa. Yang
penting bagi saya adalah dedikasi seorang penulis. Seperti Marx, tadi saya
sudah bilang, oke dia mati miskin, yang penting hidupnya berdampak bagi orang
banyak. Nah, berdampak itu baik buruknya relatif ya kan. Lihat saja para nabi,
dampaknya baik dan buruk juga relatif kan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar