Senin, 28 September 2015

Keanehan Cerpen Kompas Minggu 27 September 2015



Essay Pembelajaran Bersama 28 September 2015

Keanehan Cerpen Kompas Minggu 27 September 2015

Sekilas saya membuka-buka koran Kompas hari Minggu, 27 September 2015, langsung terasa ada kejanggalan. Pusat kejanggalan ada di kolom favorit saya yaitu cerpen. Mengapa tidak ada profil singkat penulis cerpen yang biasanya disajikan di akhir cerita?
Profil singkat penulis cerpen Kompas sejauh ini saya pahami sebagai bukti kredibilitas penulis cerpen. Profil singkat tersebut secara tak langsung juga menyatakan bahwa koran Kompas hari minggu tidak menerima tulisan dari penulis amatir. Kompas minggu nampaknya hanya menerima cerpen dari penulis yang mampu menunjukkan dedikasi misalnya dengan kepemilikan antologi cerpen yang telah diterbitkan dalam bentuk buku. Apakah benar asumsi saya ini?
Apakah koran Kompas tidak menerim cerpen amatir yang kebetulan bermutu tinggi? Nanti dulu! Point saya bukan di sini. Tema ini dapat dibahas panjang lebar dalam kesempatan lain. Point utama saya adalah ketiadaan profil singkat penulis cerpen Kompas minggu, 27 September 2015. Sudah, itu saja.
Sedikit tambahan, saya mencoba memberikan kritik sastra untuk cerpen karya Thomas Nung Atasana berjudul Durian yang Bulat-bulat Menerobos Kerongkongan. Dari judul dulu, sudah terasa ada yang salah dengan susunan kata-kata. Saya tidak tertarik untuk mengungkap hal ini. Saya lebih tertarik untuk mencermati tema utama cerita pendek ini. Setiap orang termasuk saya memang memiliki interpretasi sendiri-sendiri. Namun demikian karya tetap tidak boleh ambigu. Kecenderungan menimbulkan pertanyaan dan perenungan di akhir kisah tidak sama dengan cerita berending ambigu.
Nah, cerpen kali ini bagi saya lebih bertemakan masalah psikologis yang terkandung dalam tokoh ibu. Mimpi menelan durian bulat-bulat oleh tokoh ibu adalah proyeksi permasalahan pokok yang seharusnya menjadi fokus penulisan cerpen secara menyeluruh. Dilema tokoh ibu untuk berbagi atau tidak berbagi buah durian menggambarkan fakta hati tokoh ibu yang sebenarnya. Tokoh ibu sebenarnya tidak ingin berbagi durian karena ingin menikmati sendiri panenan duriannya. Hasrat ini ditekan sehingga dalam praksis tokoh ibu tetap melakukan aksi bagi-bagi durian. Penekanan hasrat menikmati sendiri ini lantas termanifestasi dalam mimpi menelas durian utuh-utuh dengan kulitnya yang berduri.
Saya tidak ingin berpanjang lebar dalam memberikan analisis psikologis. Bila anda ingin melakukan analisis psikologis secara mendalam, silahkan melakukan kajian teori terlebih dulu melalui buku teks psikologi proyektif misalnya dengan merujuk pada dreams and drama karya Alan Roland (2002). Sebagai konklusi saya ingin mengajak anda untuk kembali pada point utama tulisan saya ini yaitu tentang ambiguitas penulisan cerpen. Berdasarkan tema utama yang berpijak pada masalah psikologis tokoh ibu, anda akan merasakan ambiguitas setelah membaca paragraf terakhir. Tapi jangan-jangan yang dimaksud penulis tidak seperti yang saya pahami? Sangat mungkin. Tapi bagi saya ending cerpen ini masih terasa ambigu. Bukankah dalam menikmati seni kita lebih menekankan penggunaan rasa?  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar