Essay Jumat, 11 September 2015
On
Marx
Akar masalah sehari-hari yang selalu
dihadapi keluarga-keluarga adalah kemiskinan. Bila kemiskinan telah teratasi
dengan perekonomian yang sehat, maka akar masalah lain akan tumbuh. Nampaknya
Marx tidak sampai pada prediksi atas tumbuhnya akar masalah lain bila akar
masalah ekonomi telah teratasi. Bila ia masih hidup mungkin akan berkata,
“Rasanya tak ada masalah lain di dunia ini kecuali ekonomi alias kemiskinan.”
Nah begini saja, “Kemiskinan kan
bukan hanya masalah ekonomi alias dapat diatasi dengan banyaknya harta.” Maksud
saya adalah dimensi kemiskinan yang senantiasa berkembang. Kemiskinan adalah
masalah mentalitas. Jadi, rasanya salah besar bila kemiskinan diatasi hanya
dengan revolusi atau tindakan subversif untuk menggulingkan penguasa baik
penguasa ekonomi atau politik.
Maksud saya, “Revolusi akan
menghasilkan kaum kapitalis yang baru.” Lihat saja negara-negara yang cenderung
komunis hari-hari ini. Saya tidak berani mengatakan bahwa mereka murni komunis
sebagaimana yang diteorikan oleh Marx. Rusia misalnya, tidak murni komunis
karena masih ada orang kaya dan miskin. Kediktatoran Putin tidak dapat
dikatakan komunis. Hm, Korea Utara, juga bukan komunis. Sistem pemerintahan
mereka masih sangat memungkinkan seseorang untuk menjadi si kaya dan yang lain
jadi si miskin. Jadi, bila revolusi berdarah-darahpun tetap dilakukan oleh kaum
buruh dan pekerja tingkat bawah, hasilnya tidak menjamin seperti yang
diharapkan Marx. Yakin deh.
Bagi saya yang belajar ilmu
psikologi, motif Marx dalam berteori ekonomi tidak lebih dari kegelisahan
pribadinya sendiri atas kemiskinan dan ketertindasan yang ia alami seumur
hidupnya. Teori-teori ekonominya adalah serangkaian harapan atas cita-citanya
menjadi orang kaya yang tidak mampu ia raih. Ia ingin menjadi orang kaya dengan
jalan menulis teori-teori ilmiah alias menjadi ilmuan ilmiah. Cara ini terbukti
gagal. 30 tahun akhir hidupnya di Inggrispun tidak mampu menciptakan lingkaran
komunitas yang Marxis. Lihat saja ia di hari kematiannya yang menyedihkan.
Kasihan.
Saya tidak mau seperti kaum teologi
yang cenderung mengaitkan penderitaan Marx sebagai akibat dari atheismenya. Ah,
kadaluarsa! Kesengsaraan Marx bagiku menyedihkan karena ia gagal kaya. Seluruh
teori ilmiahnya adalah mekanisme pertahanan diri, mungkin fantasi, reaksi
formasi, atau displacement. Marx mungkin sangat kuper dan teralienasi dari
komunitas-komunitas sehingga ia tidak memiliki akses kepada uang, uang, dan
uang. Represi atas hasrat untuk kaya benar-benar dilakukan secara membabi buta
oleh mekanisme psikis Marx.
Yah begitulah, tidak lebih. Yang
penting Marx berpengaruh besar dan terkenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar