Senin, 14 September 2015

On Marx



Essay Jumat, 11 September 2015
On Marx
Akar masalah sehari-hari yang selalu dihadapi keluarga-keluarga adalah kemiskinan. Bila kemiskinan telah teratasi dengan perekonomian yang sehat, maka akar masalah lain akan tumbuh. Nampaknya Marx tidak sampai pada prediksi atas tumbuhnya akar masalah lain bila akar masalah ekonomi telah teratasi. Bila ia masih hidup mungkin akan berkata, “Rasanya tak ada masalah lain di dunia ini kecuali ekonomi alias kemiskinan.”
Nah begini saja, “Kemiskinan kan bukan hanya masalah ekonomi alias dapat diatasi dengan banyaknya harta.” Maksud saya adalah dimensi kemiskinan yang senantiasa berkembang. Kemiskinan adalah masalah mentalitas. Jadi, rasanya salah besar bila kemiskinan diatasi hanya dengan revolusi atau tindakan subversif untuk menggulingkan penguasa baik penguasa ekonomi atau politik.
Maksud saya, “Revolusi akan menghasilkan kaum kapitalis yang baru.” Lihat saja negara-negara yang cenderung komunis hari-hari ini. Saya tidak berani mengatakan bahwa mereka murni komunis sebagaimana yang diteorikan oleh Marx. Rusia misalnya, tidak murni komunis karena masih ada orang kaya dan miskin. Kediktatoran Putin tidak dapat dikatakan komunis. Hm, Korea Utara, juga bukan komunis. Sistem pemerintahan mereka masih sangat memungkinkan seseorang untuk menjadi si kaya dan yang lain jadi si miskin. Jadi, bila revolusi berdarah-darahpun tetap dilakukan oleh kaum buruh dan pekerja tingkat bawah, hasilnya tidak menjamin seperti yang diharapkan Marx. Yakin deh.
Bagi saya yang belajar ilmu psikologi, motif Marx dalam berteori ekonomi tidak lebih dari kegelisahan pribadinya sendiri atas kemiskinan dan ketertindasan yang ia alami seumur hidupnya. Teori-teori ekonominya adalah serangkaian harapan atas cita-citanya menjadi orang kaya yang tidak mampu ia raih. Ia ingin menjadi orang kaya dengan jalan menulis teori-teori ilmiah alias menjadi ilmuan ilmiah. Cara ini terbukti gagal. 30 tahun akhir hidupnya di Inggrispun tidak mampu menciptakan lingkaran komunitas yang Marxis. Lihat saja ia di hari kematiannya yang menyedihkan. Kasihan.
Saya tidak mau seperti kaum teologi yang cenderung mengaitkan penderitaan Marx sebagai akibat dari atheismenya. Ah, kadaluarsa! Kesengsaraan Marx bagiku menyedihkan karena ia gagal kaya. Seluruh teori ilmiahnya adalah mekanisme pertahanan diri, mungkin fantasi, reaksi formasi, atau displacement. Marx mungkin sangat kuper dan teralienasi dari komunitas-komunitas sehingga ia tidak memiliki akses kepada uang, uang, dan uang. Represi atas hasrat untuk kaya benar-benar dilakukan secara membabi buta oleh mekanisme psikis Marx.
Yah begitulah, tidak lebih. Yang penting Marx berpengaruh besar dan terkenal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar