Senin, 14 September 2015

Menjadi Generasi Pasca Internet, Kegelisahan HD. Wiyono.



Refleksi 9 September 2015

Menjadi Generasi Pasca Internet, Kegelisahan HD. Wiyono.

Apa yang sebenarnya aku inginkan? Mengapa hati lekas bosan dengan suatu perubahan progresif sekalipun? Tiap usahan keras yang kulakukan semata-mata bertujuan agar cepat move on. Tanpa menunggu kesangsian pihak lain, aku sangsi duluan dengan masa depanku. Maafkan aku Tuhan, mau jadi apakah aku ini kelak?
Generasiku sudah berbasis dunia maya. Barangsiapa tidak mengikuti benar-benar akan tertinggal jauh. Sebentar, pointnya bukan disana! Pointnya bagi saya lebih pada uang. Generasi adaptif sesuai zaman ini adalah bila mereka dapat memperoleh penghasilan dari dunia maya.
Sedikit angin segar bagiku. Hari ini koran Kompas mengangkat sub tema tentang dunia puisi nusantara. Kematin minggu ada yang tentang sastra etnik. Bagi saya ini adalah momentum bagi penulis untuk mencoba peruntungannya. Tidak! Tidak ada coba-coba! Lakukan atau tidak sama sekali!
Akulah sang generasi pasca internet yang gemar membaca dan menulis. Pembaca dan penulis akan makin ulung juga ia bila tekun melakukan panggilan legendaris dari Tuhan itu. Pembacaan dan tulisannya akan makin berkualitas sendiri. Aku, mengapa tidak?
Nah, lanjutkan! Internet memberikan jalan dan kemungkinan. Selanjutnya masih seperti semak belukar yang harus kubabat sendiri. Lakukan! Lanjutkan! Lakukan! Lanjutkan! Lakukan! Kita semua juga bisa! Bila ada dedikasi. Remember his words: “People don’t have taste. Taste is very rare.”
If you have taste, you will do anything you want. I promise.
So, that’s all that I can to do: read, write, record, upload, criticize. Still why not! Go on!
Gelisah? Oh tidak, oh iya. Kata ‘gelisah’ adalah daya dorong bagi manusia yang ingin mewujudkan legenda pribadinya. What I have to do is my kegelisahan.
Gelisah.
Gelisah.
Geli,,, tidak usahlah,,,, gelisah.
Gelis,,, cantik,,,,cepat
Cantik ah, cepat ah, cepat untuk cantik
Gelisah.
Ayo gelisah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar