Senin, 07 September 2015

Prinsip Gotong Royong BPJS Ketenagakerjaan VS Asuransi Jiwa Swadaya Personal



Komentar Berita Terkini 7 September 2015

Prinsip Gotong Royong BPJS Ketenagakerjaan VS Asuransi Jiwa Swadaya Personal

Respon atas kolom Investasi: Memahami Jaminan Hari Tua oleh Elvyn G Masassya, Kompas Minggu, 6 September 2015. Tulisan ini lebih ditujukan sebagai opini masyarakat atas kebijakan pemerintah.
Saya jujur saja, baru memahami apa yang dimaksud pemerintah dengan prinsip gotong royong dalam BPJS-BPJS itu. Saya sendiri tidak tertarik untuk ikut BPJS, takut jadi tambahan beban bagi pemerintah. Saya tidak mau berkontribusi pada inflasi atau pengurangan APBN. Singkat kata dalam hal ini biar orang lain saja yang lebih layak. Sama mah apa atuh. Hidup dari ladang saja sudah cukup banget. Kalau sakit ga bisa berobat ya sudah kalau memang Tuhan menghendaki.
Begini, latar belakangnya saya sudah punya asuransi jiwa unit link di perusahaan AJ tertentu. Nah, saya sudah merasa sangat terproteksi. Mengapa? Karna saya tahu persis perusahaan AJ tertentu tersebut sangat bonafit. Saya juga telah memahami term-term yang harus dimengerti oleh nasabah. Dalam hal ini saya bukan korban agen asuransi yang butuh uang (karena pendapatan agen asuransi dalam konteks saya hanya didapat dari royalti sekian persen dari premi nasabah). Anyway I wanna say that I ga pekok-pekok amat dalam bisnis finansial skala mikro yang gini-ginian.
By the way, asuransi saya akan memberikan uang pertanggungan Rp 100jt bila saya meninggal sebelum usia 75. Otomatis, jatuh tempo maksimal adalah saat usia saya 75 ya mana hasil investasi tak perlu lagi dibayangkan. Adapun total premi yang saya setor sampai tuntas adalah Rp 3jt/th selama 7 tahun, alias hanya Rp 21jt. SAYA BERPRINSIP, KALAU MAU PUNYA ASURANSI YANG SERIUS, KITA PARA NASABAH INI HARUS MEMEGANG PRINSIP HANYA ITU TADI. Artinya apa? Total premi tersebut bukan uang yang sewaktu-waktu akan dipakai alias uang yang BENAR-BENAR NGANGGUR. Sekali lagi, anyway.
Maaf, bagi masyarakat yang tidak dapat memenuhi standar tersebut, mari kita bersyukur atas nikmat Tuhan yang tak terkira. Ambilah sisi lain dari prinsip saya yaitu ya sudahlah. Saya benar-benar memegang prinsip ya sudahlah bila keadaan membuat saya harus bertekuk lutut. Misalnya ya, saya ingin wisata ke Menara Eiffel sekadar untuk menari maju mundur maju mundur cantik. Ah, tapi biayanya mahal, hotel lah, pesawat lah, makan dll. Jadi, ya sudahlah. Wisata di sawah saja sambil menarikan dansa Waltz bersama kekasih bayanganku yang tercinta. Sudah cukup bikin hepi.
Memang sih ya, bagi masyarakat yang kurang mampu, negara wajib hadir untuk membantu misalnya dalam prinsip gotong royong BPJS Ketenagakerjaan itu. Tapi saya tetap tidak setuju dengan kebijakan tersebut yang menurut saya rawan secara ekonomi. Keadaan terburuk bisa menyebabkan Indonesia seperti Yunani. Ah, panjang ceritanya. Yang jelas, utang Indonesia tidak boleh dianggap baru sedikit. Yang mengatakan bahwa utang Indoneisa baru sedikit sungguh lol gitu ajalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar