Essay 12 Oktober 2015
Alasan
Mbah Dam Suka Menulis
Aku ki ming wong edan ki! Lah pancen edan, meh ngopo!
Galo, mbah Dam kumat! Wo, edan tenan.
Sebagai orang edan bin gendheng, aku
berusaha mengendalikan disakan-desakan otak tersebut dengan menuliskan kegendhengan-kegendhengan
dalam sebuah puisi, cerpen, curcol, essay, atau apapun. Kalau tidak nulis
sehari aja, wuih,,,,,,,,,, bisa-bisa konsisten menganggap tiap tempat sama
dengan panggung teater 24 jam, alias…….anda tau sendiri.
Aku ming wong edan ki! Asal dusun
Soromintan, kelurahan Sendang Arum, kecamatan Minggir, kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Jogjakarta. Datang saja ke dusun tersebut dan tanyakan tentang saya. Mungkin
mereka tak tahu. Tapi kalau kau tanyakan, wong sing edan kae lho! Mereka pasti
akan langsung merujuk pada nama saya.
Ide terus mengalir. Sebagian besar
berisi kekosongan yang bila diwujudkan dalam perilaku bisa jadi tidak relevan
dengan kondisi sekitar. Ide seperti kekosongan itu sendiri yang terus mengalir.
Ia ingin dituliskan. Ternyata, menulis bukan soal ada atau tidak ada ide. Meski
tanpa ide, toh tulisan terus mengalir.
Sayang, aku tak punya atau tak
tergabung dalam suatu grup teater. Bila aku main teater, rasanya orang akan
menganggap, “Ih,, ngapain sih dia. Serius amat!” Lihatlah opera atau teater
Paggliachi, anda akan mengerti.
Singkat kata, kalian boleh bilang
aku gini atau aku gitu berdasarkan tulisanku. Poe misalnya, kau katakana psikopat,
silahkan. Tulisanku semacam Poe lalu kau katakan aku psikopet, silahkan. Bila aku
menulis tentang erotisme, nontheisme, antisosial, antibudaya, komunis sekaligus
kapitalis, lalu kau katakan aku begini begitu, ya silahkan. Bahasaku adalah
bahasa tulis. Aku tak bisa ngomong kalau ga nulis. Sebaliknya, aku juga tak
bisa menulis kalau tak bisa ngomong.
Namun sebagaimana yang telah kalian
dengan tentang aku, katakanlah bahwa aku ini orang lugu binti naïf lagi aneh. Saya
senang dikatakan sebagai orang lugu dan polos. Memang demikianlah aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar