Jumat, 30 Oktober 2015

Hidupkan kembali provocative proactive!



Hidupkan kembali provocative proactive!
Essay 31 Oktober 2015

Akhir-akhir ini jiwaku tergugah kembali berkat buku Pandji Pragiwaksono yang berjudul Nasional.is.me. Aku ingin menghidupkan lagi semangat provocative proactive setidaknya dalam diri sendiri. Caranya dengan tetap berpedoman pada passion yaitu dunia pendidikan khususnya perbukuan. Sekali lagi, terimakasih pada Pandji yang menjadi Sukarno saat ini dengan kemampuannya menyalakan semangat nasional.is.me dan patriotisme.
Setelah membaca buku atau bacaan apapun adalah baik untuk terprovokasi. Terprovokasi adalah tergugahnya pikiran untuk bertanya, untuk menegaskan, dan melakukan suatu niat untuk setidaknya merubah diri sendiri. Menjadi terprovokasi harus diikuti proactive yaitu dengan tindakan nyata, mewujudkan niat dalam perilaku terukur dan jelas apa itu.
Langsung contoh, malam tadi insomnia saya kambuh. Sisi positifnya saya ambil dari pada mencari obat tidur yang bikin ketagihan. Keadaan yang enggan ngantuk itu saya pakai untuk browsing youtube, buka channel sana sini mulai dari yang ecek-ecek sampai pada yang berkonten super serius. Salah satu channel yang berhasil memprovokasi saya adalah ceramah Cak Nun. Beliau menyatakan perlunya orang untuk berhati-hati dan menimbang secara jeli sebelum memutuskan kebenaran suatu informasi.
Budaya Jawa misalnya, dari manakah asalnya? Bagaimana sejarah yang sebenarnya? Apakah tulisan kajian sejarah yang dilakukan bangsa kolonial itu patut dipercaya? Sumber manakah yang dapat dipercaya? Dan seterusnya. Hal yang memprovokasi saya adalah karena Cak Nun tidak menyebutkan lebih lanjut tentang sumber yang kredibel alias yang dapat dipercaya 100% sebagai data-data historis maupun kultural. Proaktivitas akan saya wujudkan dengan menuliskan satu surat untuk Cak Nun yang berisi penegasan (maneges) tentang apa yang sebenarnya beliau maksud, lantas sumber mana yang dapat dipercaya, dan apa yang seharusnya saya lakukan sebagai orang Jawa yang hilang Jawanya. Jujur saja, saya cukup prihatin juga dengan kondisi pendidikan jaman ini yang lebih mempercayai teks-teks historis atau kultural Jawa yang ditulis oleh akademisi asing seperti Peter Carey, Clifford Geertz, John Pemberton, dll. Kenapa filsuf kita sendiri seperti Suryomentaram, Ranggawarsita, Damardjati Supadjar, dll justru seakan-akan tersingkir dan dianggap tidak lebih terpercaya dibandingkan akademiki asing.
Mungkin ini juga yang dirasakan Cak Nun.
Anyway, ini adalah contoh nyata bahwa saya telah menghidupkan kembali provocative proactive setidaknya dalam hidup saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar