Hidupkan kembali provocative
proactive!
Essay 31 Oktober 2015
Akhir-akhir ini jiwaku tergugah
kembali berkat buku Pandji Pragiwaksono yang berjudul Nasional.is.me. Aku ingin
menghidupkan lagi semangat provocative proactive setidaknya dalam diri sendiri.
Caranya dengan tetap berpedoman pada passion yaitu dunia pendidikan khususnya
perbukuan. Sekali lagi, terimakasih pada Pandji yang menjadi Sukarno saat ini
dengan kemampuannya menyalakan semangat nasional.is.me dan patriotisme.
Setelah membaca buku atau bacaan
apapun adalah baik untuk terprovokasi. Terprovokasi adalah tergugahnya pikiran
untuk bertanya, untuk menegaskan, dan melakukan suatu niat untuk setidaknya
merubah diri sendiri. Menjadi terprovokasi harus diikuti proactive yaitu dengan
tindakan nyata, mewujudkan niat dalam perilaku terukur dan jelas apa itu.
Langsung contoh, malam tadi
insomnia saya kambuh. Sisi positifnya saya ambil dari pada mencari obat tidur
yang bikin ketagihan. Keadaan yang enggan ngantuk itu saya pakai untuk browsing
youtube, buka channel sana sini mulai dari yang ecek-ecek sampai pada yang
berkonten super serius. Salah satu channel yang berhasil memprovokasi saya
adalah ceramah Cak Nun. Beliau menyatakan perlunya orang untuk berhati-hati dan
menimbang secara jeli sebelum memutuskan kebenaran suatu informasi.
Budaya Jawa misalnya, dari manakah
asalnya? Bagaimana sejarah yang sebenarnya? Apakah tulisan kajian sejarah yang
dilakukan bangsa kolonial itu patut dipercaya? Sumber manakah yang dapat
dipercaya? Dan seterusnya. Hal yang memprovokasi saya adalah karena Cak Nun
tidak menyebutkan lebih lanjut tentang sumber yang kredibel alias yang dapat
dipercaya 100% sebagai data-data historis maupun kultural. Proaktivitas akan
saya wujudkan dengan menuliskan satu surat untuk Cak Nun yang berisi penegasan
(maneges) tentang apa yang sebenarnya
beliau maksud, lantas sumber mana yang dapat dipercaya, dan apa yang seharusnya
saya lakukan sebagai orang Jawa yang hilang Jawanya. Jujur saja, saya cukup
prihatin juga dengan kondisi pendidikan jaman ini yang lebih mempercayai
teks-teks historis atau kultural Jawa yang ditulis oleh akademisi asing seperti
Peter Carey, Clifford Geertz, John Pemberton, dll. Kenapa filsuf kita sendiri
seperti Suryomentaram, Ranggawarsita, Damardjati Supadjar, dll justru seakan-akan
tersingkir dan dianggap tidak lebih terpercaya dibandingkan akademiki asing.
Mungkin ini juga yang dirasakan
Cak Nun.
Anyway, ini adalah contoh nyata
bahwa saya telah menghidupkan kembali provocative proactive setidaknya dalam
hidup saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar