Kesatria
Cahaya Hari Ini
Kamis, 29 Oktober 2015
Hari ini sang kesatria telah kembali menaiki kudanya. Ia siap bertempur
karena inilah saat yang paling tepat untuk maju menghantam musuh. Dalam hatinya
berkata, “Aku sudah siap mati lagi. Bila nanti jatuh kembali, aku sudah siap
bangkit lagi dengan segala tenaga yang tersisa.”
Legenda pribadinya telah dilihat ada di ufuk depan sana. Ia gembira sebab
arah tujuannya telah diketahui pasti. Langkahnya mantap sampai buat semua musuh
bergetar.
Tekadnya sudah bulat, tak bisa diurungkan lagi.
Hari demi hari ia tetapkan sasaran dan tujuan untuk ditaklukkan. Lima
ribu musuh akan rebah di ujung pedangnya hari ini. Bahkan malam nanti, lima
ribu akan menyusul rebah di sisi kirinya.
Esok ia akan berpesta karena kemenangannya atas sepuluh ribu pasukan
musuh. Tanpa daya upaya yang terlalu membahayakan, ia telah memenangi
pertempuran kecil ini.
Hari esok ia siap dihadapkan dengan puluhan ribu yang lebih ganas lagi.
Minggu ini ia berencana untuk memenangi satu pertempuran besar.
Kerinduannya yang terdalam mengatakan, “Aku ingin segera menuliskan pesta
kecil macam apakah yang kan kurayakan tuk mengenang kemenangan atas perang
kecil minggu ini.”
Sang kesatria cahaya tahu waktu dan kondisi yang paling tepat untuk
menyerang dan bertahan.
Ia tahu pasti impuls dan momentum untuk meraih kemenangan seperti orang
paling beruntung di dunia yang memperoleh lotere sejuta dollar Amerika sedang
selama hidupnya mengemis di jalan raya.
Atau ingatkah ia akan pangeran Persia yang awalnya tak lebih dari putra
seorang budak. Beruntungnya dia tampah dan gagah perkasa sedari kecil.
Ketangkasannya mencuri buah-buahan membuat sang raja jatuh hati untuk
mengambilnya jadi anak angkat. Dinamailah sang pangeran kecil itu Leovinnash.
Ia tumbuh jadi prajurit terbaik. Kesatria cahaya juga ia. Legenda pribadinya
adalah seperti itu. Sedang kesatria cahaya-kesatriya cahaya yang lain memiliki
legenda pribadinya yang tak diketahui bahkan oleh orang-orang terdekatnya.
Sang kesatria cahaya kadang cemas
memikirkan masa depan, “Lantas setelah perang ini usah dan pesta kemenanganpun
usai, lalu apa?”
Ia dihadapkan pada banyak pertempuran rumit yang musti dipilih salah satu
sebelum berlanjut kepada pertempuran lain yang mungkin lebih berdarah. Kesatria
cahaya sibuk dan bingung memilih, “Manakah yang terbaik? Manakah yang sesuai
dengan legenda pribadiku?”
Kadang sang kesatria juga bisa merasakan iri hati yang tertahankan. Ia
tidak ingin menyangkal kenyataan busuk itu. Sang kesatria cahaya harus mengakui
apa adanya dan menjadikannya pemicu untuk bertumbuh dengan lebih baik. Bukan
dengan semangat persaingan atau unggul-unggulan namun dengan semangat untuk
menjadi yang terbaik agar dapat memiliki dampak memperbaik yang terbaik
dibandingkan orang lain yang hanya rata-rata.
Kesatria cahaya sering diragukan. Ia bahkan saring ragu dengan dirinya
sendiri, “Ah siapakah aku ini? Apakah aku ini? Boro-boro orang lain, akupun
sering tidak memedulikan diri sendiri.”
Sang kesatria sering kehilangan diri sendiri. Ia hidup tanpa diri. Ia
hidup tanpa beban hingga siap mati kapanmu bila alam enggan memberi makan.
Sang kesatria berpikir bahwa hidupnya memang istimewa. Dalam keyakinannya
menapaki jalan legenda pribadi, ia sadar, mungkin ia tidak harus kaya, mungkin
ia tidak akan tenar, mungkin legenda pribadinya memang sebagai orang paling
kasihan di muka bumi namun tidak layak mendapatkan belas kasih dari siapapun.
Tapi ia tetaplah kesatria cahaya yang tiap hari tekun menjalani legenda
pribadinya.
Di akhir hidupnya, ia akan mengatakan, “I did it my way.”
Hari ini sang kesatria cahaya sadar bahwa kesatria cahaya-kesatria cahaya
yang lain tidak menempun jalan sejauh yang ia tempuh untuk menghasilkan
prestasi yang sama. Oh tidak! Tidak demikian! Ia tadi hendak iri tapi tidak
jadi karena tahu bahwa proses yang ia alami kini akan membuatnya lebih kuat
dari kesatria cahaya lain. Katakan hari
ini sang kesatria cahaya ingin makan bakso dengan membayar sepuluh ribu rupiah
sedangkan teman lain hanya membayar tujuh ribu rupiah. Mungkin sang kesatria
cahaya tahu bahwa sedang jadi korban penipuan tapi tidak dalam keyakinannya. Ia
percaya bahwa bakso yang sepuluh ribu lebih spesial dari pada bakso yang tujuh
ribu meski dari segi isi sama persis.
Marilah mari wahai kesatria cahaya! Tegakkan bahumu, dongakkan kepalamu
penuh keyakinan. Jalanlah tegap dan jangan ragu melangkah. Biar berat kau maju
tapi jangan pernah mundur. Berhenti sejenak untuk bernafas, bolehlah tapi
jangan sekali-kali melihat ke belakang.
Di depan banyak musuh untuk kau tumpas. Tugas dan kewajiban saja masih
banyak buat kau habisi apalagi segala kenikamatan yang tak pernah kau
bayangkan.
Mereka menanti uluran tanganmu. Buah-buah apel dan biji zaitun dari taman
Tuhan, kini sedang dibangunNya hanya untukmu.
Berlarilah, tak banyak waktumu!
Datanglah mendekat wahai kesatria cahaya, untuk mencintai dan dicintai.
Untuk menyukai dan disukai. Untuk mengagumi dan dikagumi.
Jadilah dirimu sendiri duhai kekasih kesatriaKu. Engkaulah yang Aku
harap-harapkan jadi orang kepercayaanKu. Pecinta yang dicintai.
Bila nanti kau sudah sampai sini, berlama-lamalah bersamaKu dalam
keabadian.
Tuan, maafkan aku. Makin kemari aku makin enggan menuliskan apakah yang
sedang kutuliskan tergolong essay, puisi, atau cerpen atau apalah. Aku enggan
sekali menuliskan definisi itu karena aku sudah hidup dalam definisi-definisi
itu.
Aku tidak mau lagi menuliskan sesuatu sebagai puisi karena aku sudah
hidup dalam kehidupan puisi.
Aku tak lagi menuliskan sesuatu adalah essay karena aku menjalani
kehidupan essay.
Apalagi cerita pendek atau novel, karena aku memang menjalani kehidupan
mereka.
Tuhan, aku ini seniman atau sastrawan tidak lagi penting karena aku sudah
menjalani kehidupan itu.
Kehidupan berat yang Kau berikan padaku sedang dan akan terus kuembang
namun berilah kekuatan yang sepadan agar aku terus bisa berjalan. Setidaknya
hari ini, aku masih mampu melangkah.
Keputusanku untuk terus hidup hari ini sudah merupakan prestasi yang luar
biasa.
Lalu karena belum mati, aku tak mau hidup biasa-biasa saja, lagipula aku
tak bisa.
Aku tak bisa sekadar lulus lalu cari kerja, lalu hidup makin mapan, lalu
makin dewasa dan memantaskan diri untuk menikahi seorang gadis. Tidak! Aku
tidak bisa hidup biasa saja seperti itu ya Tuhan! Kau tahu mengapa sebab Kau
sendiri yang telah membuatku jadi seperti ini, kesatria cahaya yang menjalani
legenda pribadi.
Memang berbeda karena aku tak bisa sama
Memang tidak sama karena aku tak bisa biasa saja.
Bukannya mereka biasa saja dan itu buruk
Tidak!
Aku bahkan tidak peduli lagi dengan apapun yang mereka lakukan.
Aku terlalu yakin akan kemampuan yang Kau berikan padaku untuk bertumbuh
dan survive.
Entah dengan cara yang paling tidak konvensional, aku tahu persis
bantuanmu akan terus membimbingku kala aku berani terus hidup dan melangkahkan
kaki seperti sekarang ini.
Tuhan, omong-omong siapa lagi yang Kau ciptakan sebagai kesatria cahaya
seperti ku?
Apakah nasibnya sama seperti ku?
Tentu lain!
Pasti lain!
Jangan mengebut ini nasib!
Ini bukan nasib! Bukan takdir!
Memang kau bisa membuatnya tapi kau tidak bisa!
Ini adalah legenda pribadi kebanggaan Kita! Ingat itu baik-baik!
Iya Tuhan. Maafkan aku yang lalai.
Sang kesatria cahaya kini melesat seperti cahaya. Oh, mungkin tidak juga.
Ia hanya terus berjalan bahkan tanpa menengok ke kiri kanan.
Ia maju terus seperti orang yang tak punya rasa lelah.
Ia terus melakukan sesuatu bahkan tatkala tak tahu sesuatu itu akan
bermanfaat atau tidak. Ia hanya percaya atau tidak bertindak sama sekali, dan
ia memilih yang kedua.
Niatnya, tidak akan tidur lebih dari empat jam setiap harinya, demi
mengejar ketertinggalan dari kesatria cahaya lain bahkan dari mereka yang bukan
kesatria cahaya. Mereka yang bukan kesatria cahaya itu seakan memang sudah
berlari jauuuuh di depan tapi sang kesatria cahaya tahu bahwa mereka tidak
berjalan dalam legenda pribadi mereka. Batin kesatria cahaya, “Sungguh
menyedihkan.”
Tapi sang kesatria tidak menghina. Sang kesatria hanya merasa iba.
Karena point utama perjalanan legenda pribadi ini bukanlah apa-apa selain
sesuatu yang bahkan aku tidak paham. Bukankah aku hanya menceritakan kisah sang
kesatria cahaya dalam menjalani legenda pribadinya? Apakah aku sendiri paham
bagaimana legenda pribadiku? Untuk saat ini kurang kupedulikan.
Sebab kesatria cahaya sedang sedih. Ia dibuat begitu oleh keadaan yang tidak
melakukan apa-apa untuk membuatnya begitu. Aha! Kesatria cahaya mulai
menyalahkan pihak lain!
Hei Kesatria Cahaya! Mengapa kau salahkan pihak lain!
Tidak, aku tidak menyalahkan mereka. Aku hanya membeberkan fakta, bahwa
dalam legenda pribadikupun terkadang bahkan sering ada musuh yang menyamar jadi
teman baik. Mereka hanya manis di awal lalu ketika aku pergi mereka tidak
mencariku. Ah, rasanya tidak fair. Aku tidak bisa menuntut mereka mencariku
bila aku sibuk dengan legenda pribadiku sendiri dan mulai tak ada waktu juga
untuk mereka, boro-boro untuk mencari mereka kala mereka pergi. Mereka
meninggalkanku karena aku terlebih dulu meninggalkan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar