Puisi 20 Oktober 2015
Pengemis
Sejarah
Ada satu yang betul-betul bugil.
Konsistensi kebugilannya paling tidak sudah sepuluh
tahun ini.
Kuperhatikan tiap hari kumpulin sampah di sekitar Gondomanan.
bila dapet segenggam bakmi goreng ayit, dikumpulkannya di atas plastik
kresek
yang didapat dari situ juga.
Tapi kalau lagi dapet balungan, ia klamudi sendiri di tempat
Pulangnya ke kawanan pengemis lain yang sudah seperti patembayan.
Kalau bawa makanan, dibagi-bagikan tanpa suara.
Makannya sambil mengheningkan cipta, syahdu, tapi cepat seperti buru-buru
ada job lagi.
Biasanya setelah makan siang, mereka jalan-jalan keliling kota tapi
sendiri-sendiri.
Harapnya, “Semoga dapat makanan lagi untuk nanti sore.”
Bila sore, kumpul lagi di tempat-tempat lain secara random buat
mendirikan paguyuban.
Yang tadi bugil kalau siang ternyata berpakaian tidak rapi.
Usia tak diingatnya tapi ia hafal sejarah.
Nenek itu pernah melihat tentara Belanda masuk Jogja.
Dulu sang nenek belum jadi gelandangan.
Katanya, “Nenek juga pernah dengar siaran radio tentang sumpah pemuda.”
Hari itulah anak-anaknya pergi dan ia mulai hidup menggelandang dari desa
ke desa.
(selamat hari Sumpah Pemuda 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar