Senin, 26 Oktober 2015

On writing skill



Essay 23 Oktober 2015
On writing skill

Bagiku, kemampuan menulis itu muncul dengan sendirinya karena kebiasaan membaca buku-buku (bermutu) yang tak bisa dihindari. Orang dulu menyebutnya kutu buku. Saya lebih senang menyebutnya haus ilmu. Kenapa haus ilmu? Karena rindu buat temuin makna hidup yang pada dasarnya tidak ada. Hey, coba lihat! Kalau tidak kau maknai, adakah makna itu? Membaca adalah menarik nafas, menulis adalah mengembuskan nafas. Itulah hidupku.
Kemampuan menulis makin meningkat seturut ragam bacaan serta ragam ide, gagasan, atau intuisi yang muncul otomatis selama atau setelah melumati isi buku. Proses menulis jadi tak terhindarkan. Mengapa harus menulis? Agar ide itu tidak menguap. Jangan-jangan ia nanti bermanfaat! Bahaya kan!
Inilah cara saya melatih kemampuan menulis, bukan dengan teori-teori sastra yang membosankan namun dengan hobi. Sekali lagi: membaca adalah latihan menulis; Berpikir dan menuliskan stensilan ide adalah latihan menulis. Lama-lama pasti seperti Budi Dharma yang katanya sudah bisa mengalir. Sebenarnya menulis itu memang seperti aliran air. Biarkan saja mengalir! Aliran air bisa deras bisa seret. Dalam hal tulis menulis, aliran itu bisa bagus dan buruk tapi yang penting deras dulu. Maksudnya apa sih? Pokoknya tuliskan aja! Jelek tidak papa, kan bisa diedit!
Penulis adalah orang yang kerjaannya menulis. Dengan menulis, seorang penulis memperoleh penghasilan finansial untuk hidup. Kita tahu, pastilah tulisannya bermutu.
Sebentar,,,, saya mau mengakhiri tulisan ini begini saja, dengan kisah seorang teman. Teman saya itu (semoga saya dianggap sebagai temannya ya, hahahhaha) pernah dicurhatin seorang lain yang katanya sedang dalam proses menulis novel. Temanku bertanya, “Novel apa yang sedang kau tulis?” Jawaban stranger itu begini, “Hmmm, yah pokoknya menulis cerita aja. Saya belum pernah baca novel. Saya ingin novel saya itu super original.” Teman saya itu tiba-tiba jadi manusia kera yang gemar garuk-garuk kepala. Saya cuma bisa tertawa sendiri dengan cekikikan halus yang berlebihan.
Inisial teman saya itu ASL. Dia lalu menyampaikan kebijaksanaan ini: orang harus fair dong! Orang nulis buku itu karna ingin bukunya dibaca orang lain kan!!!!! Kalau demi originalitas lalu seorang penulis enggan membaca karya orang lain, bagaimana ia bisa berharap karyanya akan dibaca orang lain??????????????????????? Saya sedang membantu kegundahan teman saya itu.
Fair ajalah intinya. Kalau saya sih menduga, orang yang ingin super original itu pada dasarnya ga suka baca buku. Keinginan menulis novel itu mungkin juga cuma bualan, hahahhahahhahahahhah.
Curcol: kalau saya sendiri, adalah wajib untuk membaca karya beberapa orang ini: Ananta Toer, Djoko Damono, Karen Armstrong, Ayu Utami, Paulo Coelho, Dan Brown, Allan Poe, Al-Quran, Bible, Bhagawad Gita, dan Tipitaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar