Essay 16 Oktober 2015
Pengutipan
Ide Orang Lain dalam Karya Ilmiah
We’ll only learn by make a
mistakes.
Karya ilmiah memiliki beragam
bentuk. Skripsi, tesis, disertasi, bahkan opini dalam media massa pun tergolong
karya ilmiah. Karya disebut ilmiah apabila penulisan atau pembahasan tema atau
masalah tertentu didasarkan pada fakta yuridis berupa data lapangan, data
pustaka, teori, maupun berbagai macam bentuk fakta-fakta lain sehingga karya
kemudian disebut non fiksi (lihat Kerlinger, 1990; KBBI, 2008). Penulisan karya
sehingga disebut ilmiah kemudian selalu memerlukan pengutipan-pengutipan fakta
yuridis dari pihak lain. Pengutipan seperti inilah yang akan diulas dalam essay
(ilmiah) kali ini. Permasalahan dalam essay ini akan difokuskan pada pengutipan
ide ilmiah (teori) orang lain.
Setidaknya ada dua mainstream
pengutipan ide ilmiah orang lain untuk penulisan karya ilmiah yang dilakukan
seseorang. Mainstream pertama melakukan pengutipan secara langsung dengan
bahasa yang sama persis atau dengan modifikasi. Pendekatan pertama ini
dicirikan oleh ketidakpahaman peneliti atau penulis atas kajian yang dingin
dikutip. Adapun peneliti mungkin paham namun enggan menuliskan pemahaman
pribadinya atas materi kajian yang ingin dikutip. Dengan demikian, mainstream
kedua dalam pengutipan dilakukan berdasarkan pemahaman mendalam penulis atas
materi kajian yang ingin dikutip (lihat Sudarminta, 2002)
Contoh berdasarkan objek kajian yang
ingin dikutip: teori asosiasi Christopher Bollas (2003)
1.
Mainstream 1: Bolas (2003) mengatakan bahwa
asosiasi bebas dilakukan sebagaimana ketika orang melihat pemandangan melalui
kereta api. Pemandangan senantiasa berubah misalnya dari panorama bandara, lalu
kebun anggur, kemudian tiba-tiba menuruni lembah, dan lain sebagainya.
Demikianlah asosiasi bebas itu sebaiknya asal dikatakan.
2.
Mainstream 2: Asosiasi bebas dalam teknik
proyektif untuk mengungkap konflik atau kecemasan seseorang dilakukan dengan
meminta klien menyebutkan setiap pikiran yang muncul pada saat pemeriksaan.
Kemunculan pemikiran ini akan sangat acak sebagaimana pemandangan dari kaca
jendela kereta api yang sedang meluncur. Keacakan merupakan hal yang wajar.
Pikiran terkadang sedang berkutat masalah hutang yang belum lunas, lalu
teringat akan sesosok kucing hitam, kemudian muncul ide untuk bunuh diri, dan
lain sebagainya. Manusia memang tidak dapat mengendalikan pikiran yang muncul.
Pikiran memang muncul begitu saja tanpa diperintah manusia. Dengan demikian
asosiasi bebas tidak mengenal konsep dosa. Semua pikiran yang muncul harus diungkapkan
saja misalnya melalui tulisan atau secara lisan. Kejujuran klien akan sangat
mempengaruhi hasil pemeriksaan psikologis.
Kedua mainstream menunjukkan
perbedaan yang amat mencolok. Tulisan yang menggunakan mainstream pertama
terkesan tidak memuat pemahaman konsep asosiasi bebas yang adekuat. Sebaliknya,
tulisan mainstream kedua memuat pemahaman konsep asosiasi bebas yang cukup
mendalam. Beberapa kalangan bahkan menyebutkan bahwa mainstream pertama
merupakan salah satu bentuk plagiat. Adapun tulisan dengan mainstream kedua
tidak tergolong plagiat meski penulis melakukan kekeliruan dalam memahami
konsep asosiasi bebas.
Akhirnya disimpulkan bahwa dalam hal
kutip mengutip adalah lebih baik didasarkan pada pemahaman penulis. Proses
dilakukan dengan membaca materi kajian sampai paham. Penulis kemudian
menuliskan kutipan atas dasar pemahaman atas bidang kajian yang ingin dikutip.
Penulisan inilah yang dipakai dalam contoh mainstream kedua. Pemahaman penulis
memang dapat keliru namun dari sinilah justru akan muncul pembelajaran lebih
lanjut.
Di samping itu, dapat disimpulkan
juga bahwa pengutipan yang baik selalu didasarkan atas reason penulis atau
dialektika penulis atas bidang kajian yang ingin dikutip. Penulis yang baik
tidak pernah menerima mentah-mentah suatu materi kajian misalnya teori asosiasi
bebas yang dijelaskan Bolas (2003) di atas. Penulis yang baik akan selalu
mempertimbangkan kebenaran dan kesalahan suatu teori lalu mengutip pemahaman
yang didasarkan atas keyakinan filosofis yang dimiliki. Tulisan seperti ini
akan terhidar dari kecenderungan katanya dan pokoknya. Katanya dan pokoknya
merupakan suatu paparan tidak bertanggungjawab meski katanya dan pokoknya itu
bersumber dari teoretisi besar.
Contoh:
1.
Einstein mengatakan bahwa energi setara dengan
massa dikalikan kuadrat kecepatan cahaya. Pengutipan seperti ini hendaknya
diteruskan, misalnya:
2.
Energi dihasilkan dari hasil kali massa suatu
benda dengan kuadrat kecepatan cahaya. Energi yang dimaksud adalah energi untuk
menghasilkan kecepatan cahaya itu sendiri. Energi macam ini tentu mustahil
untuk diraih benda dalam taraf fisika klasik karena massa akan menjadi tak
terbatas. Dengan demikian, manusia akan mampu menciptakan kecepatan cahaya
hanya dengan materi yang mirip dengan cahaya itu sendiri. Mungkinkah kendaraan
cahaya seperti dalam film Tron Legacy akan terwujud?
Contoh terakhir ini lebih futuristik berdasarkan futurisme Michio Kaku.
Semoga paparan mengenai cara pengutipan yang lebih intelektuil ini dapat
dipahami.
Berani
menulis berdasarkan pemahaman meski kans keliru tinggi. Demikianlah yang
disebut belajar (Mbah Dam). Sebab manusia hanya belajar dari membuat
kesalahan-kesalahan (Paulo Coelho).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar