Senin, 26 Oktober 2015

Pengutipan Ide Orang Lain dalam Karya Ilmiah



Essay 16 Oktober 2015
Pengutipan Ide Orang Lain dalam Karya Ilmiah
We’ll only learn by make a mistakes.
Karya ilmiah memiliki beragam bentuk. Skripsi, tesis, disertasi, bahkan opini dalam media massa pun tergolong karya ilmiah. Karya disebut ilmiah apabila penulisan atau pembahasan tema atau masalah tertentu didasarkan pada fakta yuridis berupa data lapangan, data pustaka, teori, maupun berbagai macam bentuk fakta-fakta lain sehingga karya kemudian disebut non fiksi (lihat Kerlinger, 1990; KBBI, 2008). Penulisan karya sehingga disebut ilmiah kemudian selalu memerlukan pengutipan-pengutipan fakta yuridis dari pihak lain. Pengutipan seperti inilah yang akan diulas dalam essay (ilmiah) kali ini. Permasalahan dalam essay ini akan difokuskan pada pengutipan ide ilmiah (teori) orang lain.      
Setidaknya ada dua mainstream pengutipan ide ilmiah orang lain untuk penulisan karya ilmiah yang dilakukan seseorang. Mainstream pertama melakukan pengutipan secara langsung dengan bahasa yang sama persis atau dengan modifikasi. Pendekatan pertama ini dicirikan oleh ketidakpahaman peneliti atau penulis atas kajian yang dingin dikutip. Adapun peneliti mungkin paham namun enggan menuliskan pemahaman pribadinya atas materi kajian yang ingin dikutip. Dengan demikian, mainstream kedua dalam pengutipan dilakukan berdasarkan pemahaman mendalam penulis atas materi kajian yang ingin dikutip (lihat Sudarminta, 2002)
Contoh berdasarkan objek kajian yang ingin dikutip: teori asosiasi Christopher Bollas (2003)
1.       Mainstream 1: Bolas (2003) mengatakan bahwa asosiasi bebas dilakukan sebagaimana ketika orang melihat pemandangan melalui kereta api. Pemandangan senantiasa berubah misalnya dari panorama bandara, lalu kebun anggur, kemudian tiba-tiba menuruni lembah, dan lain sebagainya. Demikianlah asosiasi bebas itu sebaiknya asal dikatakan.
2.       Mainstream 2: Asosiasi bebas dalam teknik proyektif untuk mengungkap konflik atau kecemasan seseorang dilakukan dengan meminta klien menyebutkan setiap pikiran yang muncul pada saat pemeriksaan. Kemunculan pemikiran ini akan sangat acak sebagaimana pemandangan dari kaca jendela kereta api yang sedang meluncur. Keacakan merupakan hal yang wajar. Pikiran terkadang sedang berkutat masalah hutang yang belum lunas, lalu teringat akan sesosok kucing hitam, kemudian muncul ide untuk bunuh diri, dan lain sebagainya. Manusia memang tidak dapat mengendalikan pikiran yang muncul. Pikiran memang muncul begitu saja tanpa diperintah manusia. Dengan demikian asosiasi bebas tidak mengenal konsep dosa. Semua pikiran yang muncul harus diungkapkan saja misalnya melalui tulisan atau secara lisan. Kejujuran klien akan sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan psikologis.
Kedua mainstream menunjukkan perbedaan yang amat mencolok. Tulisan yang menggunakan mainstream pertama terkesan tidak memuat pemahaman konsep asosiasi bebas yang adekuat. Sebaliknya, tulisan mainstream kedua memuat pemahaman konsep asosiasi bebas yang cukup mendalam. Beberapa kalangan bahkan menyebutkan bahwa mainstream pertama merupakan salah satu bentuk plagiat. Adapun tulisan dengan mainstream kedua tidak tergolong plagiat meski penulis melakukan kekeliruan dalam memahami konsep asosiasi bebas.
Akhirnya disimpulkan bahwa dalam hal kutip mengutip adalah lebih baik didasarkan pada pemahaman penulis. Proses dilakukan dengan membaca materi kajian sampai paham. Penulis kemudian menuliskan kutipan atas dasar pemahaman atas bidang kajian yang ingin dikutip. Penulisan inilah yang dipakai dalam contoh mainstream kedua. Pemahaman penulis memang dapat keliru namun dari sinilah justru akan muncul pembelajaran lebih lanjut.
Di samping itu, dapat disimpulkan juga bahwa pengutipan yang baik selalu didasarkan atas reason penulis atau dialektika penulis atas bidang kajian yang ingin dikutip. Penulis yang baik tidak pernah menerima mentah-mentah suatu materi kajian misalnya teori asosiasi bebas yang dijelaskan Bolas (2003) di atas. Penulis yang baik akan selalu mempertimbangkan kebenaran dan kesalahan suatu teori lalu mengutip pemahaman yang didasarkan atas keyakinan filosofis yang dimiliki. Tulisan seperti ini akan terhidar dari kecenderungan katanya dan pokoknya. Katanya dan pokoknya merupakan suatu paparan tidak bertanggungjawab meski katanya dan pokoknya itu bersumber dari teoretisi besar.
Contoh:
1.       Einstein mengatakan bahwa energi setara dengan massa dikalikan kuadrat kecepatan cahaya. Pengutipan seperti ini hendaknya diteruskan, misalnya:
2.       Energi dihasilkan dari hasil kali massa suatu benda dengan kuadrat kecepatan cahaya. Energi yang dimaksud adalah energi untuk menghasilkan kecepatan cahaya itu sendiri. Energi macam ini tentu mustahil untuk diraih benda dalam taraf fisika klasik karena massa akan menjadi tak terbatas. Dengan demikian, manusia akan mampu menciptakan kecepatan cahaya hanya dengan materi yang mirip dengan cahaya itu sendiri. Mungkinkah kendaraan cahaya seperti dalam film Tron Legacy akan terwujud?
Contoh terakhir ini lebih futuristik berdasarkan futurisme Michio Kaku. Semoga paparan mengenai cara pengutipan yang lebih intelektuil ini dapat dipahami. 
Berani menulis berdasarkan pemahaman meski kans keliru tinggi. Demikianlah yang disebut belajar (Mbah Dam). Sebab manusia hanya belajar dari membuat kesalahan-kesalahan (Paulo Coelho).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar