Puisi 5 Oktober 2015
Aku
memesan sengsu, kau memesan apa?
Mari kita pergi ke restoran yang bener.
Restoran yang bener menjual olahan daging anjing.
Eh, jangan kau larang
penjualan daging anjing dong!
Anjing itu najis
kan?
Nah, biarin aja pada
dijagal biar segera punah. Gitu dong!
O iya ya.
Kalau di restoran, aku memesan sengsu, asu ditongseng alias tongseng asu.
Adanya sengsu bukan berarti ada sengbi, sengtik, maupun sengbek.
Sengsu khusus untuk asu, sssttt, makanan favoritku.
Satu kali aku pernah melihat bagaimana asu dipotong.
Tepatnya bukan dipotong tapi dibunuh.
Tidak seperti sapi qurban, asu tak bisa dipotong lehernya.
Ia tahu masa depan, jadi ia pasti berontak.
Maka dari itu, penjagal akan memasukkan asu dalam karung
lalu memukulinya sampai tak ada suara lagi.
Setelah kaing-kaing itu berhenti, penjagal akan memisahkan leher dari
badan.
Asu kini tanpa kepala.
Sayang, darahnya sedikit. Tapi tak apa, aku pesan saja untuk bikin
sangsang B1.
Sangsang tanpa darah, bilangnya Amang: omong kosong!
Aku juga pernah
melihat asu dikuliti. Biasa aja, just like the goat.
Pernah juga waktu itu sang asu masih kecil, bahkan belum dapat dikatakan
remaja.
Kaing-kaingnya seperti puppy, tapi aku orangnya tegaan. Jadi, tak ada
rasa kasihan.
“Mampus lu suuu, asu! Dagingmu nanti akan kumakan sebagai sengsu!”
By the way kalian perlu tahu
ini, riwayat asu sampai jadi sengsu.
Jadi kalau di restoran, aku memesan sengsu, kau tau harus memesan apa?
Inspired
by Damono’s Poetry ‘di restoran’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar