Kakek
mengantarkan aku sampai rumah. Di temani tongkatnya ia berjalan lambat sedang
aku dua tiga meter di depannya, jalan nggleleng sebagaimana anak kecil pada
umumnya. Sesampai rumah aku tak tahu harus berkata apa, langsung masuk rumah
saja sambil bilang uwis yang berarti sudah. Kakek lalu pergi tanpa sempat masuk
rumah. Mungkin ia ingin masuk rumah anak bungsunya ini tapi enggan karena aku
seakan menghalanginya. Entah mengapa aku begitu jahat pada kakekku.
Sepeninggalnya, aku baru sadar atas begitu dalamnya kasihku padanya. Kini ia
sering hadir dalam mimpiku. Seperti dulu, ia jarang mengucap kata-kata tapi aku
mengerti apa yang dimauinya. Hadirannya telah membuat perubahan besar dalam
hidupku. Tentu ini bukan sembarang mimpi.
HD. Wiyono, 2015
Surat untuk Ry
Kusumaningtyas.
Kata-kata sejati tidak mengungkapkan diri dalam
bentuk tulis atau suara.
Buku anda membuat saya lebih jujur pada diri sendiri.
Itu.
Tak ada lagi yang bisa kuungkapkan. Trimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar