Kekhasan
Ajaran Kaweruh Hak 101
Essay
7 November 2015
Kekhasan
ajaran dalam kepercayaan Kaweruh Hak 101 adalah tidak adanya ortodoksi atau
doktrin yang menyatakan eksklusifitas agamawi. Dengan demikian Kaweruh Hak 101
dapat menjadi kepercayaan utama maupun secondary
religion. Hal ini dapat terjadi karena Kaweruh Hak 101 pada dasarnya
mengajarkan tentang hak itu sendiri. Hak adalah pengetahuan paling mendasar
atas spiritualitas manusia. Hak adalah pengetahuan untuk menuntun manusia untuk
kembali kepada jati diri dan panggilan hidupnya yang paling hakiki dari Tuhan
sendiri. Dalam hal agama misalnya, Kaweruh Hak 101 mengajarkan manusia untuk
menemukan mana agama yang paling tepat untuk dipeluk berdasarkan jati diri dan
panggilan hidup. Normalnya orang Jawa misalnya, akan menggunakan agama tradisi
Jawa. Point kepercayaan yang cenderung ortodoktif tersebut membawa pemahaman
bahwasanya agama yang paling tepat untuk manusia adalah agama tradisi yang
sesuai dengan domisili. Dengan demikian agama Islam sewajarnya hanya untuk
masyarakat di jazirah Arab, agama Yahudi sewajarnya hanya untuk masyarakat di
wilayah Israel, agama nasrani sewajarnya hanya untuk masyarakat di wilayah
Eropa dan Amerika, agama Khonghucu sewajarnya hanya untuk masyarakat di wilayah
China, dan lain sebagainya.
Orang
Jawa juga diperbolehkan untuk memeluk agama non tradisi. Kaweruh Hak 101 tidak
mempersalahkan kebebasan manusia dalam beragama. Kaweruh Hak 101 lebih
mempersalahkan motif manusia dalam berketuhanan. Berketuhanan seyogyanya harus
dilandasi oleh panggilan nurani yang sesuai dengan jati diri. Orang Jawa yang
beragama nasrani misalnya, harus mampu memberi pertanggungjawaban
kenasraniannya sebagaimana masyarakat yang sedari lahir memang hidup dalam
kultur nasrani.
Ajaran
hak tersebut secara lebih mistik dipahami dalam konteks hidup setelah mati.
Pada hakikatnya kematian hanyalah perpindahan dimensi kehidupan. Ajaran hak
dapat menuntun manusia untuk menjalani hidup setelah mati dengan lebih mudah.
Tuntunan ini memudahkan manusia kembali kepada Tuhan sehingga tidak tersesat di
alam antara. Manusia yang memahami hak atau jati dirinya akan menemukan Sang
Sumber dengan mudah. Sang Sumber inilah yang dipahami sebagai spiritualitas
sesuai domisili. Orang Jawa misalnya, Sumbernya ada di tanah Jawa sehingga
apabila orang Jawa tidak menggunakan agama tradisi Jawa maka ia akan
kebingungan mencari Sumber. Misalkan orang Jawa tersebut beragama Islam, maka
setelah mati ia akan berjalan ke jazirah Arab (alam antara) untuk mencari
sumber yang sebenarnya ada di tanah Jawa.
Kembali
lagi ke contoh orang Jawa yang beragama nasrani, apakah ia akan tersesat karena
Sang Sumber sebenarnya ada di tanah Jawa? Ternyata ajaran hak tidak menyatakan
ketersesatan sebagai kemutlakan karena akan bertentangan dengan ortodoksi awal
Kaweruh Hak 101 yang justru tidak mengajarkan ortodoksi eksklusif. Ajaran hak
masih membuka kemungkinan orang nasrani tersebut untuk dapat kembali kepada
Sang Sumber yaitu hanya apabila selama hidupnya ia benar-benar mampu menghayati
kekristenan secara ortodoktif sebagaimana yang diinginkan oleh tradisi
kekristenan itu sendiri. Dengan demikian dalam alam antara ia akan dapat
berjalan terus dan menemukan Sang Sumber yang ada di tanah bukan Jawa. Apabila
kekristenan orang tersebut selama hidup tidak dapat dipertanggungjawabkan maka
ia akan tersesat di alam antara. Dalam hal ini ajaran mistik Kaweruh Hak 101
membuka kemungkinan untuk penitisan kembali atau reinkarnasi baik sebagai
manusia atau sebagai bukan manusia yang pada intinya adalah memberi kesempatan
lagi bagi manusia untuk menemukan jati diri atau haknya sendiri (disarikan dari
wawancara dan Sumikan & Rories, 2013).
hehehehehehehhehe
BalasHapus