Keabsahan
Penelitian Kualitatif (Yardley, dkk dalam Smith, 2013)
Essay 6 November 2015
Perlu diperhatikan bahwa paradigma
berpikir dalam kuantitatif dan kualitatif sangatlah berbeda. Masing-masing
metodologi memiliki keyakinan dan asumsi filosofisnya masing-masing.
Kuantitatif secara umum pasti selalu berhubungan dengan data-data numerik
sedangkan kualitatif pada umumnya selalu berhubungan dengan data-data
deskriptif. Fokus yang akan dibahas dalam essay singkat ini adalah keabsahan
penelitian kualitatif dilihat dari paradigma metodologinya. Tentu yang akan
kita lakukan adalah bermain kata-kata.
Kajian keabsahan data ingin melihat
sejauh mana suatu penelitian kualitatif dapat dipercayai. Dua kata yang
langsung muncul adalah validitas dan reliabilitas. Dengan demikian, penelitian
kualitatif yang absah adalah penelitian yang memiliki validitas dan
reliabilitas tertentu. Nah, sampai tahap ini jangan sampai terjebak ke dalam
paradigma penelitian kuantitatif. Terminologi validitas dan realibilitas dalam
penelitian kualitatif lebih nyaman disebut dengan istilah kualitas penelitian.
Jadi, bagaimanakah cara menegakkan kualitas penelitian kualitatif?
Sebelumnya mari membangun keyakinan
filosofis terlebih dahulu. Prinsip filosofis penegakan kualitas penelitian
kualitatif setidaknya ada dua. Pertama, usaha penegakan kualitas riset
kualitatif harus dilakukan dengan jelas (terstruktur dan sistematis) serta
dapat digunakan dalam riset-riset kualitatif yang beragam (menggunakan
pendekatan riset yang beragam). Maksudnya adalah prosedur yang digunakan untuk
membuktikan kualitas riset kualitatif harus terperinci secara jelas sejelas
rincian validitas dan reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Nah, jadi
tinggal bagaimana kalau dalam riset kualitatif? Itu nanti akan terjawab. Kedua,
masih senada dengan yang pertama, hanya menekankan lagi bahwa prosedur kajian
kualitas riset kualitatif harus bisa diterapkan pada semua jenis riset
kualitatif (dengan berbagai pendekatan penelitian yang dipakai). Jadi, prosedur
yang sama dapat diterapkan dalam riset naratif, analisis wacana, analisis
percakapan, fenomenologi, dll.
Sekarang sudah jelas tentang prinsip
itu. Jadi tinggal bagaimana bentuk dari pada prosedur itu sendiri? Inilah cara
penegakkan kualitas riset kualitatif:
1.
Kepekaan terhadap konteks
Sedari awal penelitian kualitatif, periset harus selalu ingat bahwa
selama menjalankan riset kualitatif ia harus peka terhadap konteks. Jadi,
argumentasi dalam subbab keabsahan data ini adalah bukti kepekaan terhadap
konteks sepanjang perjalanan pengerjaan riset dan bukan argumentasi susunan
kata-kata pledoi di belakang setelah riset selesai. Maaf Smith, you kayaknya
berpikir beda dengan saya. Nampaknya you tidak mempertimbangkan keabsahan data
dari awal alias baru berargumentasi di belakang tentang seberapa absah
penelitian yang telah dijalankan ini. Semoga saya salah. Tapi saya memang
berprinsip bahwa keabsahan data perlu dipikirkan sejak memulai riset kualitatif
itu sendiri.
Emang apa sih kepekaan terhadap konteks itu sendiri? Oke, point-point
saja ya:
-
Peneliti harus familier dengan literatur yang
ada/ dengan kajian pustaka yang telah dilakukan. Agar apa? Agar peneliti bisa
mengkomunikasikan temuan riset dengan kajian pustaka yang telah dilakukan.
Maksudnya agar subbab diskusi yang dalam Creswell (2014) disebut sebagai
trianggulasi teoritik, dapat ditulis secara mendalam, kritis, memuat berbagai
sudut pandang, adekuat, namun tetap dapat difalsifikasi.
-
Peneliti harus menguasai betul metode yang
dipakai (dalam kasus saya, saya harus paham betul apa itu fenomenologi
interpretatif). Agar apa? Agar analisis data dijalankan sesuai dengan standar
prosedur ilmiah yang ada.
-
Peneliti juga harus peka terhadap data risetnya
sendiri. Artinya peneliti harus mampu menangkap pemaknaan responden seobjektif
mungkin. Peneliti harus memperlakukan data riset dengan netral namun tetap
mempertahankan idealisme keberpihakan filosofisnya. Peneliti sungguh dituntut
untuk pandai bermain kata-kata. Bila muncul kekesalan atas data yang menjemukan
misalnya, peneliti harus bisa mengejawantahkan komentar kekesalan itu secara
etik dan netral. Hate speech misalnya kan juga dapat disampaikan dengan tutur
kata yang santun (yang bagi sebagian orang mungkin nylekit, bila mereka paham
makna yang ingin kita sampaikan, itu).
-
Peneliti juga harus peka terhadap kondisi
lapangan di mana riset dijalankan. Saya sendiri menunjukkan kepekaan dengan
menghadiri sarasehan dan sembahyangan Kaweruh Hak 101 sehingga tidak datang
seperti wartawan yang setelah dapat berita lalu pulang. Jadi saya juga menjalin
tali silaturahmi dan pengenalan antar pribadi. Contoh paling konkret adalah
pengangkatan saya sebagai anggota tidak tetap dan kehadiran saya pada acara
bulanan mereka setelah riset berakhir (meski tidak datang tiap bulan juga).
-
Cara paling praktis untuk mewujudkan kepekaan
terhadap konteks adalah dengan senantiasa memberikan bukti transkrip wawancara
dalam penulisan pembahasan penelitian.
-
Baik, itu sudah. Main kata-kata kan!
2.
Komitmen, Keketatan, Transparansi, dan Koherensi
Maaf, saya buat
point-point saja ya:
-
Komitmen ditunjukkan dengan keaktifan peneliti
selama melakukan penelitian. Keaktifan ini ditunjukkan dengan kesetiaan dalam
memakai paradigma pendekatan riset kualitatif tertentu (dalam penelitian saya
menggunakan pendekatan fenomenologi interpretatif, ya jangan melenceng kepada
analisis wacana dong). Keaktifan juga dapat ditunjukkan peneliti dalam
pengamatan mendalamnya atas situasi lapangan maupun responden. Kalau saya,
kehadiran saya sendiri dalam acara sarasehan dan sembahyangan bulanan sudah menunjukkan
hal ini. Proses wawancara tatap muka juga menunjukkan komitmen karena jelas
tatap muka lebih menunjukkan keaktifan lapangan dari pada wawancara melalui
telephon. Papa telephoooon.
-
Keketatan, peneliti harus bisa menunjukkan
kelengkapan dari riset kualitatif yang dilakukan. Tolok ukurnya: sampel harus
tepat sasaran dengan tujuan penelitian.
-
Transparansi, peneliti harus menunjukkan laporan
penelitian kualitatif yang terstruktur dan sistematis, alias jelas, gamblang,
tak ada yang ditutup-tutupi, mudah dipahami, dan transparan.
Argumentasi yang ditulis dalam laporang
misalnya: cara menyeleksi responden, cara penyusunan daftar wawancara, cara
pelaksanaan wawancara, dan metode analisis data yang jelas.
Dengan demikian pembaca akan
dapat melakukan evaluasi atas penelitian kita.
-
Koheren, riset harus sesuai dengan asumsi
filosofis yang digunakan peneliti dalam menentukan pendekatan riset. Selain itu
koherensi juga dibuktikan dengan alur laporan penelitian yang logis sehak dari
judul sampai pada kesimpulan.
3.
Dampak dan Arti Penting
-
Riset kualitatif harus penting, bermanfaat, dan
kalau bisa menemukan hal-hal yang baru. Dalam riset saya misalnya, saya harus
bisa membuktikan bahwa riset saya ini berbeda atau setidaknya unik bila
dibandingkan riset serupa sebelumnya. Hal baru misalnya ditunjukkan oleh sejauh
mana riset saya bisa melengkapi atau menyanggah riset serupa sebelumnya. Ini
juga permainan kata-kata.
-
Penelitian harus memiliki manfaat praktis untuk
perubahan sosial. Dalam penelitian saya harus menunjukkan pentingnya toleransi
antar kepercayaan spiritual misalnya. Mendorong orang untuk mempelajari teologi
secara lebih kritis sehingga menghilangkan cara berpikir yang katanya dan
pokoknya. Secara praktis, usaha mempengaruhi dunia sosial kemasyarakatan
melalui skripsi saya ini telah saya lakukan dengan cara menuliskan essay-essay
macam ini (selalu terkait dengan penelitian atau secara langsung diambil dari
beberapa bagian dalam skripsi atau refleksi atas hasil penelitian) lalu
mempostingnya melalui blog dan ada beberapa materi juga yang saya presentasikan
secara audio visual dan mempostingnya melalui channel youtube saya.
4.
Audit independen
Audit
independen dilakukan oleh penguji yang tidak melakukan riset kualitatif.
Struktur akademik dalam suatu institusi akademik pada umumnya memiliki tim
independen untuk menilai kelaikan penelitian ilmiah mahasiswa maupun pengajar.
Peneliti harus memudahkan pekerjaan tim audit independen dengan menyediakan
seluruh manuskrip penelitian dari awal hingga mencapai kesimpulan akhir. Dalam
konteks skripsi mahasiswa S1, mahasiswa peneliti harus menyediakan seluruh
proses pengerjaan skripsi maulai dari proposal seminar sampai naskah yudisium
(Yin, 1989 dalam Smith, 2013). Usaha ini saya lakukan dengan menyertakan CD
berisi seluruh manuskrip perkembangan pengerjaan skripsi dari awal hingga
akhir. Seluruh manuskrip pekerjaan tersebut juga sudah saya upload ke blog
pribadi: mbahdam.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar