Kamis, 19 November 2015

Keabsahan Penelitian Kualitatif (Yardley, dkk dalam Smith, 2013)



Keabsahan Penelitian Kualitatif (Yardley, dkk dalam Smith, 2013)
Essay 6 November 2015
Perlu diperhatikan bahwa paradigma berpikir dalam kuantitatif dan kualitatif sangatlah berbeda. Masing-masing metodologi memiliki keyakinan dan asumsi filosofisnya masing-masing. Kuantitatif secara umum pasti selalu berhubungan dengan data-data numerik sedangkan kualitatif pada umumnya selalu berhubungan dengan data-data deskriptif. Fokus yang akan dibahas dalam essay singkat ini adalah keabsahan penelitian kualitatif dilihat dari paradigma metodologinya. Tentu yang akan kita lakukan adalah bermain kata-kata.
Kajian keabsahan data ingin melihat sejauh mana suatu penelitian kualitatif dapat dipercayai. Dua kata yang langsung muncul adalah validitas dan reliabilitas. Dengan demikian, penelitian kualitatif yang absah adalah penelitian yang memiliki validitas dan reliabilitas tertentu. Nah, sampai tahap ini jangan sampai terjebak ke dalam paradigma penelitian kuantitatif. Terminologi validitas dan realibilitas dalam penelitian kualitatif lebih nyaman disebut dengan istilah kualitas penelitian. Jadi, bagaimanakah cara menegakkan kualitas penelitian kualitatif?
Sebelumnya mari membangun keyakinan filosofis terlebih dahulu. Prinsip filosofis penegakan kualitas penelitian kualitatif setidaknya ada dua. Pertama, usaha penegakan kualitas riset kualitatif harus dilakukan dengan jelas (terstruktur dan sistematis) serta dapat digunakan dalam riset-riset kualitatif yang beragam (menggunakan pendekatan riset yang beragam). Maksudnya adalah prosedur yang digunakan untuk membuktikan kualitas riset kualitatif harus terperinci secara jelas sejelas rincian validitas dan reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Nah, jadi tinggal bagaimana kalau dalam riset kualitatif? Itu nanti akan terjawab. Kedua, masih senada dengan yang pertama, hanya menekankan lagi bahwa prosedur kajian kualitas riset kualitatif harus bisa diterapkan pada semua jenis riset kualitatif (dengan berbagai pendekatan penelitian yang dipakai). Jadi, prosedur yang sama dapat diterapkan dalam riset naratif, analisis wacana, analisis percakapan, fenomenologi, dll.
Sekarang sudah jelas tentang prinsip itu. Jadi tinggal bagaimana bentuk dari pada prosedur itu sendiri? Inilah cara penegakkan kualitas riset kualitatif:
1.       Kepekaan terhadap konteks
Sedari awal penelitian kualitatif, periset harus selalu ingat bahwa selama menjalankan riset kualitatif ia harus peka terhadap konteks. Jadi, argumentasi dalam subbab keabsahan data ini adalah bukti kepekaan terhadap konteks sepanjang perjalanan pengerjaan riset dan bukan argumentasi susunan kata-kata pledoi di belakang setelah riset selesai. Maaf Smith, you kayaknya berpikir beda dengan saya. Nampaknya you tidak mempertimbangkan keabsahan data dari awal alias baru berargumentasi di belakang tentang seberapa absah penelitian yang telah dijalankan ini. Semoga saya salah. Tapi saya memang berprinsip bahwa keabsahan data perlu dipikirkan sejak memulai riset kualitatif itu sendiri.
Emang apa sih kepekaan terhadap konteks itu sendiri? Oke, point-point saja ya:
-          Peneliti harus familier dengan literatur yang ada/ dengan kajian pustaka yang telah dilakukan. Agar apa? Agar peneliti bisa mengkomunikasikan temuan riset dengan kajian pustaka yang telah dilakukan. Maksudnya agar subbab diskusi yang dalam Creswell (2014) disebut sebagai trianggulasi teoritik, dapat ditulis secara mendalam, kritis, memuat berbagai sudut pandang, adekuat, namun tetap dapat difalsifikasi.
-          Peneliti harus menguasai betul metode yang dipakai (dalam kasus saya, saya harus paham betul apa itu fenomenologi interpretatif). Agar apa? Agar analisis data dijalankan sesuai dengan standar prosedur ilmiah yang ada.
-          Peneliti juga harus peka terhadap data risetnya sendiri. Artinya peneliti harus mampu menangkap pemaknaan responden seobjektif mungkin. Peneliti harus memperlakukan data riset dengan netral namun tetap mempertahankan idealisme keberpihakan filosofisnya. Peneliti sungguh dituntut untuk pandai bermain kata-kata. Bila muncul kekesalan atas data yang menjemukan misalnya, peneliti harus bisa mengejawantahkan komentar kekesalan itu secara etik dan netral. Hate speech misalnya kan juga dapat disampaikan dengan tutur kata yang santun (yang bagi sebagian orang mungkin nylekit, bila mereka paham makna yang ingin kita sampaikan, itu).
-          Peneliti juga harus peka terhadap kondisi lapangan di mana riset dijalankan. Saya sendiri menunjukkan kepekaan dengan menghadiri sarasehan dan sembahyangan Kaweruh Hak 101 sehingga tidak datang seperti wartawan yang setelah dapat berita lalu pulang. Jadi saya juga menjalin tali silaturahmi dan pengenalan antar pribadi. Contoh paling konkret adalah pengangkatan saya sebagai anggota tidak tetap dan kehadiran saya pada acara bulanan mereka setelah riset berakhir (meski tidak datang tiap bulan juga).
-          Cara paling praktis untuk mewujudkan kepekaan terhadap konteks adalah dengan senantiasa memberikan bukti transkrip wawancara dalam penulisan pembahasan penelitian.
-          Baik, itu sudah. Main kata-kata kan!
2.       Komitmen, Keketatan, Transparansi, dan Koherensi
Maaf, saya buat point-point saja ya:
-          Komitmen ditunjukkan dengan keaktifan peneliti selama melakukan penelitian. Keaktifan ini ditunjukkan dengan kesetiaan dalam memakai paradigma pendekatan riset kualitatif tertentu (dalam penelitian saya menggunakan pendekatan fenomenologi interpretatif, ya jangan melenceng kepada analisis wacana dong). Keaktifan juga dapat ditunjukkan peneliti dalam pengamatan mendalamnya atas situasi lapangan maupun responden. Kalau saya, kehadiran saya sendiri dalam acara sarasehan dan sembahyangan bulanan sudah menunjukkan hal ini. Proses wawancara tatap muka juga menunjukkan komitmen karena jelas tatap muka lebih menunjukkan keaktifan lapangan dari pada wawancara melalui telephon. Papa telephoooon.
-          Keketatan, peneliti harus bisa menunjukkan kelengkapan dari riset kualitatif yang dilakukan. Tolok ukurnya: sampel harus tepat sasaran dengan tujuan penelitian.
-          Transparansi, peneliti harus menunjukkan laporan penelitian kualitatif yang terstruktur dan sistematis, alias jelas, gamblang, tak ada yang ditutup-tutupi, mudah dipahami, dan transparan.
Argumentasi yang ditulis dalam laporang misalnya: cara menyeleksi responden, cara penyusunan daftar wawancara, cara pelaksanaan wawancara, dan metode analisis data yang jelas.
                Dengan demikian pembaca akan dapat melakukan evaluasi atas penelitian kita.
-          Koheren, riset harus sesuai dengan asumsi filosofis yang digunakan peneliti dalam menentukan pendekatan riset. Selain itu koherensi juga dibuktikan dengan alur laporan penelitian yang logis sehak dari judul sampai pada kesimpulan.
3.       Dampak dan Arti Penting
-          Riset kualitatif harus penting, bermanfaat, dan kalau bisa menemukan hal-hal yang baru. Dalam riset saya misalnya, saya harus bisa membuktikan bahwa riset saya ini berbeda atau setidaknya unik bila dibandingkan riset serupa sebelumnya. Hal baru misalnya ditunjukkan oleh sejauh mana riset saya bisa melengkapi atau menyanggah riset serupa sebelumnya. Ini juga permainan kata-kata.
-          Penelitian harus memiliki manfaat praktis untuk perubahan sosial. Dalam penelitian saya harus menunjukkan pentingnya toleransi antar kepercayaan spiritual misalnya. Mendorong orang untuk mempelajari teologi secara lebih kritis sehingga menghilangkan cara berpikir yang katanya dan pokoknya. Secara praktis, usaha mempengaruhi dunia sosial kemasyarakatan melalui skripsi saya ini telah saya lakukan dengan cara menuliskan essay-essay macam ini (selalu terkait dengan penelitian atau secara langsung diambil dari beberapa bagian dalam skripsi atau refleksi atas hasil penelitian) lalu mempostingnya melalui blog dan ada beberapa materi juga yang saya presentasikan secara audio visual dan mempostingnya melalui channel youtube saya.
4.       Audit independen
Audit independen dilakukan oleh penguji yang tidak melakukan riset kualitatif. Struktur akademik dalam suatu institusi akademik pada umumnya memiliki tim independen untuk menilai kelaikan penelitian ilmiah mahasiswa maupun pengajar. Peneliti harus memudahkan pekerjaan tim audit independen dengan menyediakan seluruh manuskrip penelitian dari awal hingga mencapai kesimpulan akhir. Dalam konteks skripsi mahasiswa S1, mahasiswa peneliti harus menyediakan seluruh proses pengerjaan skripsi maulai dari proposal seminar sampai naskah yudisium (Yin, 1989 dalam Smith, 2013). Usaha ini saya lakukan dengan menyertakan CD berisi seluruh manuskrip perkembangan pengerjaan skripsi dari awal hingga akhir. Seluruh manuskrip pekerjaan tersebut juga sudah saya upload ke blog pribadi: mbahdam.blogspot.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar