Kamis, 05 November 2015

PERGUMULAN TUHAN



PERGUMULAN TUHAN
Cerpen 3 November 2015 (unedited)

Pernikahan adalah hal mustahil bagi Gamang. Ia hendak menculik Wulan saja untuk dihamili, diambil bayinya lalu Wulannya dibuang. Orang Tua Gamang hanya menginginkan cucu, pewaris harta yang terlalu banyak untuk disumbangkan ke yayasan sosial. Kebetulan, Ayah Gamang merupakan bagian dari mafia kota setempat yang mudah saja kalau cuma cari gundik.
Penculikan terencana urung dilakukan. Sebagai gantinya, belasan gundik didatangkan dari berbagai daerah agar Gamang tinggal memilih mana yang sesuai selera badaniahnya. “Tidak ada yang seperti Wulan!” Protes Gamang.
Wulan adalah gadis cantik berparas lucu binti imut. Tak ada gadis desa yang mampu mengungguli kecantikannya yang sudah melegenda. Ibu Wulan juga cantik meski sedikit semok. Saudara saudari Wulan juga tak ada yang jelek. Keluarga mereka betul-betul keberkahan oleh hadirat Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih, dua asisten Tuhan yang bertugas mengurus masalah kecantikan manusia.
“Siapa sih yang tidak suka Wulan!” Gamang coba membuka pembicaraan dengan Ayahnya yang terkenal sulit bersahabat dengan siapapun.
“Jangan-jangan kamu sudah jatuh cinta ya! Apa kau sudah rela untuk menikah? Katanya tidak mau menikah selamanya karna……”
Penuh malu dan ragu, Gamang keluar rumah tanpa kata-kata. Seperti biasa ia pergi ke air mancur di ujung jalan buat minum air putih paling segar sedunia. Ibu Gamang yang tinggal arwah mencoba menyusulnya dalam penglihatan ajaib. Harapnya, “Semoga sesampai sana anakku tidur pulas biar aku bisa sedikit omong.”
“Andai Ibu masih hidup, aku pasti tidak seperti ini. Ibu, dalam tidurku, semoga engkau berkenan beriku nasihat agar aku tak kesepian.”
“Mang, engkau sudah dewasa. Kalau mau menikah ya menikah saja. Kalau toh sampai tengah jalan tidak bisa rujuk kan bisa cerai. Asal kau jaga Wulan baik-baik biar tidak seperti Ibu.”
“Bukan itu bu yang Amang khawatirkan.”
Percakapan dalam mimpi menjelma drama musical sampai berhari-hari. Tempat tidur Gamar di area dekat air mancur sudah seperti pesanggrahan semedi Baladewa di Grojogan Sewunya. Bedanya, Gamang punya alam mimpi yang indah. Ibunya dapat menjelma jadi apa saja termasuk Wulan dalam kecantikannya yang disempurnakan. Sayangnya, Gamang tidak berani menjamah untuk bermain-main dengan Wulan yang notabene adalah ibunya sendiri.
Ayah Gamang sudah hafal dengan perangai anaknya, “Ah itu anak, kalau sudah mimpi ketemu ibunya, pasti bikin drama musikal. Awas kalau seminggu ga bangun-bangun!”
Ayah Gamang adalah Gamung dan ibu Gamang adalah Gaming, alm. Gamang punya satu saudara bernama Gamong. Sebagai anak bungsu, Gamang pernah hampir punya adik bernama Gameng yang dapat mengancam kebungsuannya. Tapi untung, Gameng mati ketika dilahirkan. Kejelekannya, keluarga pak Gamung tidak jadi punya lima sejoli untuk bersenandung a i u e o, Gamang, Gaming, Gamung, Gameng, Gamong.
Drama musikal, pernahkah anda mengalaminya ketika tidur? Bila pernah maka pengalaman itu akan terbawa sampai mati. Mimpi drama musikal memungkinkan para pemimpi untuk sadar ketika bermimpi sehingga dapat melakukan apapun yang menurut hatinya baik dan tidak baik. Tidak ada dosa dalam alam mimpi.
Wulan jelmaan mencoba meyakinkan Gamang untuk melakukan apapun tapi Gamang gemang untuk berlaku tidak senonoh pada Wulan jelmaan yang notabene adalah ibunya sendiri. Gamang lalu bertekad untuk mengakhiri mimpinya saja sebelum dipaksa bangun oleh ayahnya dengan siraman minyak panas.
“Yah, Gamang bangun yah.”
“Gimana tadi mimpinya? Siapa yang main music?”
“Wagner sendiri yah. Dibantu Mozart di piano dan Bach di violin sebelum akhirnya Hendel muncul dan membantu di kursi perkusi.”
“Bagus lah. Adegannya?”
“Ah sudahlah yah. Tidak asyik.”
Gamang pergi begitu saja sebelum ayahnya melanjutkan ke topic pernikahan atau pergundikan. Keinginan hatinya Cuma Wulan, itupun kalau Wulannya direstui dan itupun kalau Wulannya mau. Wulan bukan tipe gadis yang mudah dipikat harta sebab ia sendiri sudah kaya raya tujuh turunan.
Dukun bertindak, sudah basi. Pakai kekerasan, tidak njamani.  Gamang memang telah menutup semua kemungkinan atas sebuah pernikahan sebab ia tahu orang tuanya hanya ingin anak, bukan menantu.
Pada saat seperti itu, Kucoba hadir untuk memperkeruh suasana.
“Siapa kamu?” Tanya Gamang terkejut.
“Aku adalah Sang Pemberi yang memberimu Wulan sebagai probabilitas dan posibilitas. Akulah Sang Empunya, Pemilik Wulan dan seluruh eksistensinya. Bila kau menginginkannya, mengapa tidak kau berdoa saja padaKu?”
“Keparat dari mana Kau ini hah? Mengaku-aku sebagai Tuhan ya? Dia sudah mati dibunuh jutaan umat manusia yang diprovokasi Nietzche atau siapa itu, filsuf gila dari Eropa.”
“Aku memang salah satu dari Tuhan dan Aku tahu bahwa kau cuma ingin menikmati tubuh Wulan yang bahenol, iya kan!”
“Kau memang Keparat, maafkan aku. Duhai Keparat Sang Pengetahu, mohon solusi dariMu untuk masalahku yang memelik ini. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.”
Sebelum ada kesepakatan apapun, Gamang harus menunjukkan niatan hati dan komitmen bahwa akan melaksanakan perintah dan laranganKu. Godaan akan mengalir ke arahnya dan bila dia tidak lantas terpuruk, maka Wulan akan jadi kado terindah atas ketabahannya. Aku kelak akan menyandingkannya dengan si Ayub, sang Tuhan Mahatabah.
Gamang tahu intrik apa yang akan diberikan padanya sebagai cobaan. Segala persiapan badani termasuk uang saku telah ia siapkan diam-diam dengan harapan tak ada pihak yang tahu. Sungguh, ia adalah prototipe manusia teledor yang mudah lupa kejadian barusan namun tak pernah lupa akan masa puluhan tahun yang lalu.
“Mungkin Ia akan membawaku ke padang gurun. Aku harus siap menjadi backpacker, demi Wulan yang kemarin memalingkan wajahnya. Sumpah, kalau tidak cantik dan bahenol pasti sudah kubikin jadi patung lilin!”
“Hei, Gamang, apa yang kau katakan? Mau kau kutuk Wulan jadi patung lilin lalu kau simpan patungnya dikamarmu untuk panorama saat kau masturbasi?”
“Oh maafkan aku ya Tuhan. Kau memang Sang Pengetahu.”
“Sudahlah, bila nanti kau akan berlaku demikian, Aku tak sanggup melarang. Wanita itu sudah di tanganmu sepenuhnya. Tapi bila tantangan ini tak mampu kau rampungkan, selamanya Wulan tak akan jadi istrimu yang sah.”
Tertunduk lesu dan malu karena pikiran yang tak mungkin tersensor. Sang Pengetahu memang tahu segalanya termasuk niat jahat seksual manusia jaman ini yang cenderung menjomblo. Semua orang juga tahu kalau Gamang adalah bagian integral dari mayoritas manusia itu. Kesenangan mereka kerja cari duit untuk memenuhi kebutuhan primern, kebutuhan sekunder seperti mobil, dan kebutuhan tertier seperti camilan macam serabi maupun tempe gembus.
“Tuhan, hambaMu ini juga sedikit tahu mengenai apa yang sering menjadi kegalauan hatiMu.”
“Lantas apa yang ingin kau katakan?”
“Sembari kita jalan menuju perhentian pertama, kalau Tuhan hendak curhat kepada hamba, maka telinga dan hati hamba ini akan sudi untuk mendengarkan.”
“Tepatnya bukan curhat tapi curcol karena seharusnya kita tidak boleh jalan sambil ngobrol apalagi gandengan tangan seperti ini.”
Gamang adalah tipe manusia yang Kusukai. Kemampuannya mendengar melebihi psikolog dan psikeater manapun. Sekalipun ia belum pernah mengucapkan dosa besar seperti ini, “Elo mending, gua!” Tuhan yang lain memang sudah menyiapkan kematian untuk pengujar bodoh macam itu. Gamang adalah antithesis sempurna yang tidak buru-buru memberikan nasihat atau feedback. Atas ketrampilannya mendengarkan itu, Dewa Ganesh seharusnya memberikan berkah berupa kuping besar.
Perjalanan menuju perhentian pertama sudah beres. Perhentian kedua dan ketiga makin mudah kami lalui. Aku sendiri senang karena ada teman curcol. Ternyata cobaan ini membawa dampak baik bagi kami berdua. Mulai ada niat hatiKu untuk mengangkat Gamang jadi Dewa Psikologi yang gagal diemban Sigmund Freud. Tapi kalau begitu, Wulan harus jadi Dewi? Oh tidak. Kebiasaan Wulan masturbasi sendirian membuat pintu kedewataan tertutup sama sekali. Mahatuhanpun tidak bisa membuka pintu itu. Tak ada yang bisa. Gawat.
“Maaf Tuhan, apakah hati Anda sudah plong?”
“Belum.”
“Mengapa? Apakah karena masih ada hal yang perlu dicurcolkan?”
“Tidak. KegundahanKu saat ini adalah karena kau akan jadi Dewa, mau tak mau.”
“Lho, bagus kan?”
“Tidak. Sama sekali tidak karena Wulan akan makin jauh dari padamu.”
Kemurungan Gamang jadi sempurna. Tak ada lagi yang bisa menolongnya. Gamang mulai menyalahkan ketampanannya yang diam-diam ia terka telah membuat Wulan suka membayangkannya sambil masturbasi. GR sekali dia.
Kedewataan adalah status sosial yang sulit didapat meski oleh penyandang kemiskinan. Gamang telah mampu membuktikan bahwa kekayaannya tak menghalangi kemungkinan naik pangkat menjadi Dewa. Semoga Gamang nanti bisa ridho sedikit demi sedikit. Entah apa solusinya untuk Wulan, semoga tidak berdampak buruk bagi kedewataannya.
“Maafkan Aku yang sudah memperkeruh suasana.”
“Tidak Tuhan! Saya justru berterimakasih karena sekarang anak saya hampir jadi Dewa. Ia jadi tak perlu memikirkan Wulan dan yang paling penting, kekayaan ini tak perlu dipikirkan lagi. Kalau Gamang jadi Dewa saya berjanji akan memberika setengah miliki keluarga kami kepada orang miskin dan andai kami pernah memeras seseorang, kepadanya akan kami kembalikan lima kali lipat.”
“Kau masih belum mengerti duduk persoalannya. Gamang masih belum bisa melepaskan hasrat seksualnya atas Wulan. Kau tahu akibatnya?”
“Itu buruk bagiMu oh Tuhanku.”
“Maka tugasmu adalah membunuh Wulan tanpa sepengetahuan Gamang.”
“Itu juga buruk bagiMu oh Tuhanku.”
“Tapi masih lebih baik dari pada…………………”
“Baik oh Tuhanku, masalah cinta memang tak mudah sekalipun bagi Tuhan seperti oh Tuhanku.”
Semoga dia dapat melaksanakan amal ini dengan lancar sehingga Gamang akan kugenggam selamanya. Biar semua Dewa dan Tuhan tahu bahwa Aku juga bisa seperti mereka. Hahahhahahhaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar