PERGUMULAN
TUHAN
Cerpen 3 November 2015 (unedited)
Pernikahan adalah hal mustahil
bagi Gamang. Ia hendak menculik Wulan saja untuk dihamili, diambil bayinya lalu
Wulannya dibuang. Orang Tua Gamang hanya menginginkan cucu, pewaris harta yang
terlalu banyak untuk disumbangkan ke yayasan sosial. Kebetulan, Ayah Gamang
merupakan bagian dari mafia kota setempat yang mudah saja kalau cuma cari
gundik.
Penculikan terencana urung
dilakukan. Sebagai gantinya, belasan gundik didatangkan dari berbagai daerah
agar Gamang tinggal memilih mana yang sesuai selera badaniahnya. “Tidak ada
yang seperti Wulan!” Protes Gamang.
Wulan adalah gadis cantik berparas
lucu binti imut. Tak ada gadis desa yang mampu mengungguli kecantikannya yang
sudah melegenda. Ibu Wulan juga cantik meski sedikit semok. Saudara saudari
Wulan juga tak ada yang jelek. Keluarga mereka betul-betul keberkahan oleh
hadirat Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih, dua asisten Tuhan yang bertugas
mengurus masalah kecantikan manusia.
“Siapa sih yang tidak suka Wulan!”
Gamang coba membuka pembicaraan dengan Ayahnya yang terkenal sulit bersahabat
dengan siapapun.
“Jangan-jangan kamu sudah jatuh
cinta ya! Apa kau sudah rela untuk menikah? Katanya tidak mau menikah selamanya
karna……”
Penuh malu dan ragu, Gamang keluar
rumah tanpa kata-kata. Seperti biasa ia pergi ke air mancur di ujung jalan buat
minum air putih paling segar sedunia. Ibu Gamang yang tinggal arwah mencoba
menyusulnya dalam penglihatan ajaib. Harapnya, “Semoga sesampai sana anakku
tidur pulas biar aku bisa sedikit omong.”
“Andai Ibu masih hidup, aku pasti
tidak seperti ini. Ibu, dalam tidurku, semoga engkau berkenan beriku nasihat
agar aku tak kesepian.”
“Mang, engkau sudah dewasa. Kalau
mau menikah ya menikah saja. Kalau toh sampai tengah jalan tidak bisa rujuk kan
bisa cerai. Asal kau jaga Wulan baik-baik biar tidak seperti Ibu.”
“Bukan itu bu yang Amang
khawatirkan.”
Percakapan dalam mimpi menjelma
drama musical sampai berhari-hari. Tempat tidur Gamar di area dekat air mancur
sudah seperti pesanggrahan semedi Baladewa di Grojogan Sewunya. Bedanya, Gamang
punya alam mimpi yang indah. Ibunya dapat menjelma jadi apa saja termasuk Wulan
dalam kecantikannya yang disempurnakan. Sayangnya, Gamang tidak berani menjamah
untuk bermain-main dengan Wulan yang notabene adalah ibunya sendiri.
Ayah Gamang sudah hafal dengan
perangai anaknya, “Ah itu anak, kalau sudah mimpi ketemu ibunya, pasti bikin
drama musikal. Awas kalau seminggu ga bangun-bangun!”
Ayah Gamang adalah Gamung dan ibu
Gamang adalah Gaming, alm. Gamang punya satu saudara bernama Gamong. Sebagai
anak bungsu, Gamang pernah hampir punya adik bernama Gameng yang dapat
mengancam kebungsuannya. Tapi untung, Gameng mati ketika dilahirkan.
Kejelekannya, keluarga pak Gamung tidak jadi punya lima sejoli untuk bersenandung
a i u e o, Gamang, Gaming, Gamung, Gameng, Gamong.
Drama musikal, pernahkah anda
mengalaminya ketika tidur? Bila pernah maka pengalaman itu akan terbawa sampai
mati. Mimpi drama musikal memungkinkan para pemimpi untuk sadar ketika bermimpi
sehingga dapat melakukan apapun yang menurut hatinya baik dan tidak baik. Tidak
ada dosa dalam alam mimpi.
Wulan jelmaan mencoba meyakinkan
Gamang untuk melakukan apapun tapi Gamang gemang
untuk berlaku tidak senonoh pada Wulan jelmaan yang notabene adalah ibunya sendiri.
Gamang lalu bertekad untuk mengakhiri mimpinya saja sebelum dipaksa bangun oleh
ayahnya dengan siraman minyak panas.
“Yah, Gamang bangun yah.”
“Gimana tadi mimpinya? Siapa yang
main music?”
“Wagner sendiri yah. Dibantu
Mozart di piano dan Bach di violin sebelum akhirnya Hendel muncul dan membantu
di kursi perkusi.”
“Bagus lah. Adegannya?”
“Ah sudahlah yah. Tidak asyik.”
Gamang pergi begitu saja sebelum
ayahnya melanjutkan ke topic pernikahan atau pergundikan. Keinginan hatinya
Cuma Wulan, itupun kalau Wulannya direstui dan itupun kalau Wulannya mau. Wulan
bukan tipe gadis yang mudah dipikat harta sebab ia sendiri sudah kaya raya
tujuh turunan.
Dukun bertindak, sudah basi. Pakai
kekerasan, tidak njamani. Gamang memang telah menutup semua kemungkinan
atas sebuah pernikahan sebab ia tahu orang tuanya hanya ingin anak, bukan
menantu.
Pada saat seperti itu, Kucoba
hadir untuk memperkeruh suasana.
“Siapa kamu?” Tanya Gamang
terkejut.
“Aku adalah Sang Pemberi yang
memberimu Wulan sebagai probabilitas dan posibilitas. Akulah Sang Empunya,
Pemilik Wulan dan seluruh eksistensinya. Bila kau menginginkannya, mengapa
tidak kau berdoa saja padaKu?”
“Keparat dari mana Kau ini hah?
Mengaku-aku sebagai Tuhan ya? Dia sudah mati dibunuh jutaan umat manusia yang
diprovokasi Nietzche atau siapa itu, filsuf gila dari Eropa.”
“Aku memang salah satu dari Tuhan
dan Aku tahu bahwa kau cuma ingin menikmati tubuh Wulan yang bahenol, iya kan!”
“Kau memang Keparat, maafkan aku.
Duhai Keparat Sang Pengetahu, mohon solusi dariMu untuk masalahku yang memelik
ini. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.”
Sebelum ada kesepakatan apapun,
Gamang harus menunjukkan niatan hati dan komitmen bahwa akan melaksanakan
perintah dan laranganKu. Godaan akan mengalir ke arahnya dan bila dia tidak
lantas terpuruk, maka Wulan akan jadi kado terindah atas ketabahannya. Aku
kelak akan menyandingkannya dengan si Ayub, sang Tuhan Mahatabah.
Gamang tahu intrik apa yang akan
diberikan padanya sebagai cobaan. Segala persiapan badani termasuk uang saku
telah ia siapkan diam-diam dengan harapan tak ada pihak yang tahu. Sungguh, ia
adalah prototipe manusia teledor yang mudah lupa kejadian barusan namun tak
pernah lupa akan masa puluhan tahun yang lalu.
“Mungkin Ia akan membawaku ke
padang gurun. Aku harus siap menjadi backpacker, demi Wulan yang kemarin
memalingkan wajahnya. Sumpah, kalau tidak cantik dan bahenol pasti sudah
kubikin jadi patung lilin!”
“Hei, Gamang, apa yang kau
katakan? Mau kau kutuk Wulan jadi patung lilin lalu kau simpan patungnya
dikamarmu untuk panorama saat kau masturbasi?”
“Oh maafkan aku ya Tuhan. Kau
memang Sang Pengetahu.”
“Sudahlah, bila nanti kau akan
berlaku demikian, Aku tak sanggup melarang. Wanita itu sudah di tanganmu
sepenuhnya. Tapi bila tantangan ini tak mampu kau rampungkan, selamanya Wulan
tak akan jadi istrimu yang sah.”
Tertunduk lesu dan malu karena
pikiran yang tak mungkin tersensor. Sang Pengetahu memang tahu segalanya
termasuk niat jahat seksual manusia jaman ini yang cenderung menjomblo. Semua
orang juga tahu kalau Gamang adalah bagian integral dari mayoritas manusia itu.
Kesenangan mereka kerja cari duit untuk memenuhi kebutuhan primern, kebutuhan
sekunder seperti mobil, dan kebutuhan tertier seperti camilan macam serabi
maupun tempe gembus.
“Tuhan, hambaMu ini juga sedikit
tahu mengenai apa yang sering menjadi kegalauan hatiMu.”
“Lantas apa yang ingin kau
katakan?”
“Sembari kita jalan menuju
perhentian pertama, kalau Tuhan hendak curhat kepada hamba, maka telinga dan
hati hamba ini akan sudi untuk mendengarkan.”
“Tepatnya bukan curhat tapi curcol
karena seharusnya kita tidak boleh jalan sambil ngobrol apalagi gandengan
tangan seperti ini.”
Gamang adalah tipe manusia yang
Kusukai. Kemampuannya mendengar melebihi psikolog dan psikeater manapun.
Sekalipun ia belum pernah mengucapkan dosa besar seperti ini, “Elo mending,
gua!” Tuhan yang lain memang sudah menyiapkan kematian untuk pengujar bodoh
macam itu. Gamang adalah antithesis sempurna yang tidak buru-buru memberikan
nasihat atau feedback. Atas ketrampilannya mendengarkan itu, Dewa Ganesh
seharusnya memberikan berkah berupa kuping besar.
Perjalanan menuju perhentian
pertama sudah beres. Perhentian kedua dan ketiga makin mudah kami lalui. Aku
sendiri senang karena ada teman curcol. Ternyata cobaan ini membawa dampak baik
bagi kami berdua. Mulai ada niat hatiKu untuk mengangkat Gamang jadi Dewa
Psikologi yang gagal diemban Sigmund Freud. Tapi kalau begitu, Wulan harus jadi
Dewi? Oh tidak. Kebiasaan Wulan masturbasi sendirian membuat pintu kedewataan
tertutup sama sekali. Mahatuhanpun tidak bisa membuka pintu itu. Tak ada yang
bisa. Gawat.
“Maaf Tuhan, apakah hati Anda
sudah plong?”
“Belum.”
“Mengapa? Apakah karena masih ada
hal yang perlu dicurcolkan?”
“Tidak. KegundahanKu saat ini
adalah karena kau akan jadi Dewa, mau tak mau.”
“Lho, bagus kan?”
“Tidak. Sama sekali tidak karena
Wulan akan makin jauh dari padamu.”
Kemurungan Gamang jadi sempurna.
Tak ada lagi yang bisa menolongnya. Gamang mulai menyalahkan ketampanannya yang
diam-diam ia terka telah membuat Wulan suka membayangkannya sambil masturbasi.
GR sekali dia.
Kedewataan adalah status sosial
yang sulit didapat meski oleh penyandang kemiskinan. Gamang telah mampu
membuktikan bahwa kekayaannya tak menghalangi kemungkinan naik pangkat menjadi
Dewa. Semoga Gamang nanti bisa ridho sedikit demi sedikit. Entah apa solusinya
untuk Wulan, semoga tidak berdampak buruk bagi kedewataannya.
“Maafkan Aku yang sudah
memperkeruh suasana.”
“Tidak Tuhan! Saya justru
berterimakasih karena sekarang anak saya hampir jadi Dewa. Ia jadi tak perlu memikirkan
Wulan dan yang paling penting, kekayaan ini tak perlu dipikirkan lagi. Kalau
Gamang jadi Dewa saya berjanji akan memberika setengah miliki keluarga kami
kepada orang miskin dan andai kami pernah memeras seseorang, kepadanya akan
kami kembalikan lima kali lipat.”
“Kau masih belum mengerti duduk
persoalannya. Gamang masih belum bisa melepaskan hasrat seksualnya atas Wulan.
Kau tahu akibatnya?”
“Itu buruk bagiMu oh Tuhanku.”
“Maka tugasmu adalah membunuh
Wulan tanpa sepengetahuan Gamang.”
“Itu juga buruk bagiMu oh
Tuhanku.”
“Tapi masih lebih baik dari
pada…………………”
“Baik oh Tuhanku, masalah cinta
memang tak mudah sekalipun bagi Tuhan seperti oh Tuhanku.”
Semoga dia dapat melaksanakan amal
ini dengan lancar sehingga Gamang akan kugenggam selamanya. Biar semua Dewa dan
Tuhan tahu bahwa Aku juga bisa seperti mereka. Hahahhahahhaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar