Apakah
aku, Bagaimanakah aku
Essay 12 November 2015
Tahun ini sampai tahun depan
nampaknya masih menjadi permulaan sejarah tulis menulis saya. Dua tahun ini
akan menjadi waktu persiapan panjang untuk mengenal diri, menetapkan
kecenderungan filosofis, menegakkan metodologi pribadi, dan pada intinya adalah
menancapkan personal branding. Penulis haruslah memiliki mainstream tulisan. Ia
tak boleh tidak berkarakter. Seorang penulis harus mengerti posisinya dalam
dunia ini, dalam dunia tulis menulis yang tak lain adalah dunia ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Bagaimana dengan saya?
Siapa saya adalah pertanyaan yang
cenderung dihindari karena menjurus pada keadaan diri. Saya lebih suka konsep
tiada diri yang menyebabkan eksistensi diri justru makin adekuat. Konsep tanpa
diri diadopsi dari spiritualitas timur yang pada intinya tidak mempersoalkan
pertanyan siapa aku namun lebih berfokus pada pegumulan apakah aku dan
bagaimanakah aku. Inilah yang akan saya olah terus sampai akhir 2016.
Apa yang sebenarnya terjadi padaku sehingga
seakan-akan hidupku berbeda kontras dengan orang pada umumnya? Semua orang
pasti berbeda-beda tapi aku merasa amat lain. Lain, iya lain, sampai beberapa
orang malah menyatakan kelainan. Aku tidak sekadar beda tapi lain. Iya, lain.
Apakah aku, didefinisikan
berdasarkan beberapa preferensi seperti spiritualitas, ekonomi, dunia sosial,
seksualitas, kepribadian, kecenderungan kultural, hobi, kesukaan menghabiskan
waktu, dan lain sebagainya. Tulisan akan menyatakan isi-isi otak itu sehingga
tidak mengendap dan mempergilaku dengan berbagai angan, mimpi, dan harapan.
Menulis menjadikanku bebas, sebebas unggas di udara dan burung manyar. Saya
suka burung manyar lewat lagu singkat ini: sekar manggar pinencokan peksi
manyar, manyar siji utusane Rama Resi (Sang Utusan Tuhan yang amat personal
bagi tiap individu: ada yang menterjemahkannya sebagai Muhammad, Isa al-Masih,
Buddha, Konfusius, dll).
Ada yang harus ditulis, ada yang
belum harus ditulis. Semua yang ditulis ada dalam dunia nyata baik didekati
secara fiksi atau non fiksi namun tidak semua yang ada di dunia nyata tertulis.
Ketahuilah, apapun tulisannya pastilah bersumber dari kisah-kisah nyata.
Kisah-kisah ini menggelisahkan hati sehingga harus diterjemahkan dalam bahasa
susastra agar mewakili kehendak hati yang dapat diterima pembaca budiman.
Akhir kata saya ucapkan terimakasih
kepada diri sendiri dan pembaca budiman. Semoga makin memahami apa dan
bagaimana diri itu. Semoga itu tadi buat siapa? Lebih tepatnya buat apa dan
bagaimana. Nuwun. Mauliate.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar