Berbicara
Filosofis dan Metodologis
Essay 11 November 2015
Berbicara
tentang filsafat betul-betul harus memperhatikan pilihan kata-kata. Tuhan
misalnya, apa bedanya dengan Allah? Apa juga bedanya dengan Allon dan apa
bedanya dengan Sang Hyang? Ini adalah contoh yang mungkin kurang relevan untuk
jadi topik percakapan sehari-hari dalam masyarakat plural. Yang saya maksudkan
adalah bahwa percakapan sehari-haripun akan menjadi baik apabila segala materi
pembicaraan selalu didasarkan atas data-data baik lapangan maupun kajian
teoritis dan disajikan/ dituturkan secara metodologis.
Ngomong
saja pakai metodologi dan kajian teori? Ya benar. Ini bukan idealnya tapi ini
adalah standar ilmiah demi memajukan peradaban masyarakat, kata saya. Miapah?
Agar orang makin mengerti etika alias dasar pertanggungjawaban atas segala
perilaku dalam dunia sosial. Sedikit contoh yang cukup dilematis ya: tentu
orang tahu mengenai cara-cara berperilaku etik di publik, dari mana dia
mempelajari etika itu? Pernahkan belajar buku etika publik misalnya? Tapi tentu
persoalan etika ini tidak harus dipelajari secara akademik. Orang Jawa pasti
tahu etika Jawa tanpa perlu membaca buku Magnis Suseno yang berjudul etika Jawa
itu. Hehe, tentang hal ini saya pernah jadi super naif kala mempertanyakan
sumber-sumber literasi atas beberapa aspek etika praktis. Maksudnya begini,
kebodohan saya waktu itu adalah seperti dalam contoh ini: orang Jawa tu kalau
ngomong dengan orang tua tidak boleh menatap matanya kan, lah siapa yang bilang
begitu? Sumbernya dari mana? Buku apa yang bisa saya acu? Apakah ada kamus
etika praktis? Hahahahhahaha. Sungguh saya amat naif binti bodoh.
Jadi
inti dari berbicara metodologis dan berdasar kajian pustaka adalah usaha untuk
taat pada etika. Pada dasarnya belajar etika cuma perlu waktu satu minggulah.
Caranya dengan baca saja seluruh buku etika yang secara umum tipis-tipis tapi
berbobot besar. Dalam bahasa Indonesia juga sudah banyak yang bermutu seperti
Etika Publiknya Haryatmoko, Etika Publiknya Sri Mulyani, Etika Jawanya Magnis
Suseno, dll.
Bagaimana
akhirnya saya menerapkan metodologi dan kajian pustaka dalam setiap percakapan
sehari-hari (yang sebenarnya jarang saya lakukan karena teman saya sungguh
sedikit, kalau kenalan sih banyak tapi ya bicaranya tidak pernah mendalam,
hanya pada isu-isu permukaan saja seperti cuaca, rencana-rencana liburan, dll).
Mudah saja, semua itu berawal dari kebiasaan membaca buku-buku filsafat,
teologi, novel berat, dan segala macam buku yang berbobot gitu. Buku yang tak
kalah krusial adalah buku metodologi penelitian dan isme-isme. Inilah yang
perlu dicamkan dalam pikiran dan secara otomatis bila kita masih manusia, pasti
akan mengimplementasikannya dalam hidup sehari-hari. smoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar