Kamis, 19 November 2015

Berbicara Filosofis dan Metodologis



Berbicara Filosofis dan Metodologis
Essay 11 November 2015

                  Berbicara tentang filsafat betul-betul harus memperhatikan pilihan kata-kata. Tuhan misalnya, apa bedanya dengan Allah? Apa juga bedanya dengan Allon dan apa bedanya dengan Sang Hyang? Ini adalah contoh yang mungkin kurang relevan untuk jadi topik percakapan sehari-hari dalam masyarakat plural. Yang saya maksudkan adalah bahwa percakapan sehari-haripun akan menjadi baik apabila segala materi pembicaraan selalu didasarkan atas data-data baik lapangan maupun kajian teoritis dan disajikan/ dituturkan secara metodologis.
                  Ngomong saja pakai metodologi dan kajian teori? Ya benar. Ini bukan idealnya tapi ini adalah standar ilmiah demi memajukan peradaban masyarakat, kata saya. Miapah? Agar orang makin mengerti etika alias dasar pertanggungjawaban atas segala perilaku dalam dunia sosial. Sedikit contoh yang cukup dilematis ya: tentu orang tahu mengenai cara-cara berperilaku etik di publik, dari mana dia mempelajari etika itu? Pernahkan belajar buku etika publik misalnya? Tapi tentu persoalan etika ini tidak harus dipelajari secara akademik. Orang Jawa pasti tahu etika Jawa tanpa perlu membaca buku Magnis Suseno yang berjudul etika Jawa itu. Hehe, tentang hal ini saya pernah jadi super naif kala mempertanyakan sumber-sumber literasi atas beberapa aspek etika praktis. Maksudnya begini, kebodohan saya waktu itu adalah seperti dalam contoh ini: orang Jawa tu kalau ngomong dengan orang tua tidak boleh menatap matanya kan, lah siapa yang bilang begitu? Sumbernya dari mana? Buku apa yang bisa saya acu? Apakah ada kamus etika praktis? Hahahahhahaha. Sungguh saya amat naif binti bodoh.
                  Jadi inti dari berbicara metodologis dan berdasar kajian pustaka adalah usaha untuk taat pada etika. Pada dasarnya belajar etika cuma perlu waktu satu minggulah. Caranya dengan baca saja seluruh buku etika yang secara umum tipis-tipis tapi berbobot besar. Dalam bahasa Indonesia juga sudah banyak yang bermutu seperti Etika Publiknya Haryatmoko, Etika Publiknya Sri Mulyani, Etika Jawanya Magnis Suseno, dll.
                  Bagaimana akhirnya saya menerapkan metodologi dan kajian pustaka dalam setiap percakapan sehari-hari (yang sebenarnya jarang saya lakukan karena teman saya sungguh sedikit, kalau kenalan sih banyak tapi ya bicaranya tidak pernah mendalam, hanya pada isu-isu permukaan saja seperti cuaca, rencana-rencana liburan, dll). Mudah saja, semua itu berawal dari kebiasaan membaca buku-buku filsafat, teologi, novel berat, dan segala macam buku yang berbobot gitu. Buku yang tak kalah krusial adalah buku metodologi penelitian dan isme-isme. Inilah yang perlu dicamkan dalam pikiran dan secara otomatis bila kita masih manusia, pasti akan mengimplementasikannya dalam hidup sehari-hari. smoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar