Kamis, 19 November 2015

Contoh progres pengerjaan Cerpen



Contoh progres pengerjaan Cerpen
Essay 11 November 2015
                (penulisan secara spontan)
Sudah lama, secara sepihak dan semena-mena ia kunamakan dik Tari. 2015 ini baru kelas satu SMP sedang aku lulus kuliah. Jarak usia kami setidaknya ada 10 tahun. Dik Tari inilah yang kunantikan tumbuh dewasanya agar nanti bisa jadi istri.
Sekarang biar belajar dulu sembari aku memantaskan diri tuk jadi lelaki sejati. Sambil penghasilan wiraswasta ini makin bagus, kusiapkan rumah dulu, kendaraan, tabungan, dan sebagainya yang pada intinya nanti ketika dik Tari kupinang, keluarga sudah langsung mapan. Ini adalah impian lelaki sejati. Pantang membawa istri ke dalam lembah perjuangan senasib sepenanggungan. Apalagi anak, jangan sampailah beranak dalam keadaan ekonomi belum matang. Kasihan. Mendingan tidak beranak istri sekalian. Kalau butuhnya cuma kenthu kan bisa saja jajan sana jajan sini yang penting halal dalam arti bersih dari HIV dan lain sebagainya.
Impian tertinggi masih dik Tari, gadis pengharapanku. Nanti aku tiga puluh tahun dan sudah doktor dengan dua gelar magister, dik Tari akan bertekuk lutut. Kemenanganku atas dik Tari juga dipicu oleh status ekonomi yang harus lebih baik darinya. Maklum, dik Tari itu anak tunggal sedang orang tuanya wuih, rumahnya besar, punya mobil pula, sawahnya entah ada dimana-mana saja. Aduh, memang bukan itu yang kucari karena tekadku adalah menjadi lebih kaya dari orang tua dik Tari ketika meminang dik Tari.
Tapi sungguh, berbahagialah lelaki yang beruntung dapat memenangkan dik Tari yang tidak begitu cantik itu. Ia adalah bunga desa sejati, bukan karena paras tapi budi yang luhur.
Halah, tau dari mana aku ini? Kenal saja belum!
Memang belum karena aku belum lebih kaya dari orang tua dik Tari. Tapi nanti, jangan tanya, awas.
Sampai di sini kok nampaknya cerpen ini masih sangat berbau curhatan. Mendingan begini. Tetapkan topik, pokok masalah, plot, tokoh, penokohan, dan klimaks.
1.       Topik: masih berupa niat. Niat seorang lelaki (Henri) untuk memperistri dik Tari, anak tunggal pak Diro dan bu Suryani yang notabene cukup kaya untuk ukuran orang desa. Niat ini belum dapat direalisasi karena usia dik Tari yang masih terlalu muda dan status Henri yang belum mapan meski orang tuanya tergolong kaya juga untuk ukuran orang desa.
2.       Penokohan: cerpen ini lebih ingin menggambarkan dinamika psikologis Henri sebagai orang yang idealis namun kurang memiliki langkah praktis untuk mewujudkan idealismenya. Keseluruhan cerpen ini adalah niat-niat Henri untuk bisa memperistri dik Tari kelak, yang tinggal niat saja karena untuk ke depan intinya Henri ingin bekerja dulu, menjadi mapan, baru meminang dik Tari. Jalan ini akan terlihat sebagian sekali. Tokoh lain tidak mengalami penekanan penokohan karena cerpen ini ditulis berdasarkan sudut pandang orang pertama tidak serba tahu. Tantangan penulis adalah menciptakan tulisan yang bukan curhatan yang kurang memiliki estetika. Namanya juga sastra, harus mempercantik sesuatu yang nampak biasa saja.
3.       Alur: sesi refleksi sebelum misa sabtu sore di Gereja St. Petrus dan Paulus Klepu. Endingnya adalah ketika Henri akhirnya sempat memandang dik Tari dari belakang. Ketika ada kesempatan melihat muka dik Tari, Henri selalu ragu dan berpaling. Ia memang orang pemalu. Setting tempat ini berulang lagi untuk minggu setelahnya. Henri kembali melihat dik Tari dari belakang. Pengalaman ini menjadi klimaks yang menyebabkan bait-bait puisi mengalir deras dari hati Henri. Antiklimaks: Henri bertemu dengan Pujha, teman lelakinya yang sepantaran dengan dik Tari. Henri mengatakan, “Dia itu masih saudaramu to! Kok tidak kau pacari saja?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar