Kamis, 19 November 2015

Untuk Psikeater dan Psikolog: Mohon Tidak Berpikiran Reduksionistik



Untuk Psikeater dan Psikolog: Mohon Tidak Berpikiran Reduksionistik
Essay 12 November 2015
Ditulis oleh: HD. Wiyono, masyarakat Jogjakarta

Sudah dua kali saya jadi korban ‘semacam’ psikolog dan ‘semacam’ psikeater. Saya menyabut diri sebagai korban karena mereka memiliki pola pikir reduksionistik alias menyederhanakan segala sesuatu. Pada awalnya saya juga orang reduksionis yang gemar mengatakan, “Semuanya sesederhana itu.” Dulu saya juga membenci orang yang mengatakan, “Tidak sesederhana itu.” Belakangan saya sungguh terpaksa mengakui bahwa mereka benar, tidak sesederhana itu meski dalam beberapa hal saya menganggap masih ada yang sesederhana itu.
Essay singkat ini saya tulis atas dasar keprihatinan dan harapan semoga saya menjadi korban terakhir yang harus menyintas dosa ‘semacam’ psikolog maupun ‘semacam’ psikeater itu yang tak terampuni. Benarlah, kecenderungan reduksionistik adalah dosa tak terampuni bagi akademisi, peneliti, sarjana, apalagi psikolog dan psikeater sejati.
Dosa tak terampuni sebenarnya ada dua yaitu yang utama dan yang terutama. Dosa tak terampuni yang utama adalah kecenderungan menyederhanakan sedangkan dosa tak terampuni yang terutama yang sama dengan yang utama adalah mengatakan, “Kembali kepada pribadi masing-masing.”
Hate speech lebih dapat dimaklumi dari pada kembali kepada pribadi masing-masing. Adalah akademisi super tidak terampil apabil mengatakan ujaran tersebut. Saya tidak habis pikir kalau sampai ada yang ‘semacam’ psikolog atau ‘semacam’ psikeater yang mengatakan dosa terutama itu.
Semoga essay ini dapat dipahami dengan metode interpretif sebab saya cukup enggan untuk to the point. Saya kira pembaca budiman kepada siapa essay ini saya tujukan mampu untuk mengerti maksud dan tujuan penulisan singkat ini. Semoga dunia psikolog dan psikeater makin maju sebab sebagaimana dalam dunia dokter fisik pada umumnya, penderita gangguan psikis sebenarnya tidak sedikit. Bukannya berharap makin banyak hanya moga-moga pelayanan psikologi maupun psikiatri dapat dilaksanakan tanpa menyentuh dosa utama dan dosa terutama.
Trimakasih.

(essay ini juga diupload ke mbahdam.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar