Untuk
Psikeater dan Psikolog: Mohon Tidak Berpikiran Reduksionistik
Essay 12 November 2015
Ditulis oleh: HD. Wiyono, masyarakat Jogjakarta
Sudah dua kali saya jadi korban
‘semacam’ psikolog dan ‘semacam’ psikeater. Saya menyabut diri sebagai korban
karena mereka memiliki pola pikir reduksionistik alias menyederhanakan segala
sesuatu. Pada awalnya saya juga orang reduksionis yang gemar mengatakan,
“Semuanya sesederhana itu.” Dulu saya juga membenci orang yang mengatakan,
“Tidak sesederhana itu.” Belakangan saya sungguh terpaksa mengakui bahwa mereka
benar, tidak sesederhana itu meski
dalam beberapa hal saya menganggap masih ada yang sesederhana itu.
Essay singkat ini saya tulis atas
dasar keprihatinan dan harapan semoga saya menjadi korban terakhir yang harus
menyintas dosa ‘semacam’ psikolog maupun ‘semacam’ psikeater itu yang tak
terampuni. Benarlah, kecenderungan reduksionistik adalah dosa tak terampuni
bagi akademisi, peneliti, sarjana, apalagi psikolog dan psikeater sejati.
Dosa tak terampuni sebenarnya ada
dua yaitu yang utama dan yang terutama. Dosa tak terampuni yang utama adalah
kecenderungan menyederhanakan sedangkan dosa tak terampuni yang terutama yang
sama dengan yang utama adalah mengatakan, “Kembali kepada pribadi
masing-masing.”
Hate
speech lebih dapat dimaklumi dari pada kembali
kepada pribadi masing-masing. Adalah akademisi super tidak terampil apabil
mengatakan ujaran tersebut. Saya tidak habis pikir kalau sampai ada yang
‘semacam’ psikolog atau ‘semacam’ psikeater yang mengatakan dosa terutama itu.
Semoga essay ini dapat dipahami
dengan metode interpretif sebab saya cukup enggan untuk to the point. Saya kira pembaca budiman kepada siapa essay ini saya
tujukan mampu untuk mengerti maksud dan tujuan penulisan singkat ini. Semoga
dunia psikolog dan psikeater makin maju sebab sebagaimana dalam dunia dokter
fisik pada umumnya, penderita gangguan psikis sebenarnya tidak sedikit.
Bukannya berharap makin banyak hanya moga-moga pelayanan psikologi maupun
psikiatri dapat dilaksanakan tanpa menyentuh dosa utama dan dosa terutama.
Trimakasih.
(essay ini juga diupload ke
mbahdam.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar