Uneg-Uneg
Kata Bijak
Essay 1 November 2015
Rahayu, berkah Dalem
Gusti.
Kata-kata romantis nan bijak
rasanya enggan meluncur dari benakku. Bila ada kata bijak, biasanya itu hasil
quote dari pihak lain seperti Paulo Coelho yang inspiratif dan sederet penulis
lain. Mengapa saya enggan menuliskan kebijaksanaan hidup? Apakah karena saya
sendiri tidak bijak? Tidak ada nilai yang saya hasilkan? Inilah uneg-uneg saya.
Orang biasanya bilang bahwa saya
itu innocent alias lugu dan polos, itu benar. Saya orangnya amat lugu,
cenderung jujur, gampang dibohongi, kurang pertimbangan dalam memutuskan suatu
hal, terkesan tidak dewasa, dan segala sifat lain yang mungkin anda lebih tahu.
Itulah mengapa saya tidak suka mengumbar kata bijak karena pada dasarnya saya
sendiri masih butuh kata bijak seperti humor sufi berikut ini: seorang pemimpin
tidak butuh memimpin. Seorang pemimpin sejati hanya memimpin bila ada orang
yang perlu pimpinannya. Jadi? Mungkin saya akan memberi kata bijak kalau, ada
yang ingin kata bijak itu dari saya. Saya akan menasihati orang yang minta
nasihat, itupun kalau saya ada dalam kapasitas untuk menasihati. Basicly, saya
tidak suka menggurui. Saya sangat berhati-hati untuk memberikan ujaran yang
sekiranya menggurui. Namun bila saya khilaf, mohon ingatkan agar saya kembali
ke jalan yang benar.
Inspirator tulisan ini adalah
essay karya pak J. Sumardianta dalam Simply Amazing bab 6: Benderang dalam
Cahaya Mati Raga. Sebagai pembuka, pak Sumar mengutip kata bijak dari Collin
Powell (eks Menhan AS): Hidup berarti rangkaian tugas, dedikasi, integritas,
kesetiaan, kejujuran, profesionalisme, dan pertanggungjawaban sebuah panggilan.
Kuotasi ini sangat menohok karena akhir-akhir ini saya dibikin bingung dengan
makna hidup.
Tiap orang memiliki cara unik
untuk memaknai hidup. Ada yang memaknai bahwa hidup adalah ini sedang yang lain
memaknai hidup adalah itu. Ada lagi yang mengatakan bahwa hidup adalah ini
sehingga bukan itu. Yang lain lain mengatakan bahwa hidup adalah itu sehingga
tidak sama dengan ini. Ada yang lain lagi bilang bahwa hidup adalah ini dan
itu. Bingung kan! Saya sengaja membikin realita itu jadi abstrak agar tidak ada
yang tersinggung. Lalu siapa yang baik dan benar? Oh tidak. Saya tidak mampu
untuk menilai mana yang baik atau tidak baik. Saya juga tak mampu bilang bahwa
yang ini benar dan yang itu tidak benar.
Bagi saya, Collin Powell
mengatakan secara holistik dan itu lebih mudah diterima, oleh saya. Itulah
hidup, misterinya sudah disampaikan oleh Mr. Powell. Mungkin dia juga melihat
dimensi lain lagi. Pemaknaannya tentang hidup mungkin akan makin kompleks dan
dalam seturut perjalanan usianya. Saya kira Collin Powell amat terbuka pada
caranya memaknai hidup. Bangingkan dengan kaum hidup adalah ini itu,
hahahhahaha.
Sering ya, saya dihadapkan pada
pilihan ini atau itu. Sekarang saya tidak mau lagi terjebak pada ini atau itu,
yangi ini bukan itu, yang itu bukan ini, atau ini dan itu sama saja.
Hahahahhahah. Saya tidak mau terjebak lagi pada pilihat yang disediakan pihak
lain seakan tidak ada pilihan ketiga, hahhahahahha. Mohon maaf pada pihak yang
tersinggung ya. Saya sudah berusaha menyampaikan ujaran kebencian dengan cara
yang paling santun, bermartabat, dan intelektuil. Semoga tidak menyinggung tapi
bisa jadi pembelajaran bersama. Maksud saya baik kok.
Baik, saya tidak mau menyimpang
dari judul atau tujuan penulisan essay ini. Kalau anda perhatikan tentang yang
ini itu tadi, secara amat tidak langsung saya sudah memberikan kata-kata bijak
atau nasihat kehidupan. Inilah cara saya, secara tidak langsung, melalui
alegori, melalui perumpanaan, lewat cerpen, puisi, dan lain-lain. Hehe. Sisi
positifnya? Saya sama sekali tidak tersentuh oleh hukum. Inilah yang dimaui
Seno Gumira Ajidarma: Ketika pers dibungkam, sastra harus bicara. Sebab? Tidak
ada kata dosa dalam sastra.
Eh, tapi tadi siang saya dapat
intuisi bahwa suatu saatpun sastra akan dibungkam. Lah kalau sastrapun
dibungkam? Manusia sudah tidak bisa berbuat apapun. Maka Tuhan akan bicara.
Selamat berbahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar