Semoga
Salah, tentang Generasi User Minim Giver
Essay 1 November 2015
Kebanyakan orang hanya user, hanya sedikit yang mampu membuat kreasi
baru.
Gagasan ini tentu amat holistik reduksionistik.
Bukan semoga salah lagi tapi pasti salah.
Mari kita lihat secara parsial atau per kasus.
Gagasan ini bermula ketika saya
ingin menemukan musik instrumental melalui youtube. Musik itu sedianya ingin
saya pakai sebagai pengiring belajar, menulis, dan juga tentunya, tidur. Apa
yang saya temukan? Chopin, Mozart, Bach, dkk sebagaimana anda juga tahu. Saya
makin sedih ketika menemukan adanya institut Chopin yang berlomba untuk jadi
yang terbaik dalam memainkan musik-musik Chopin. Maaf, saya melihat fenomena
itu secara miris. Mengapa? Balik bertanya, karena mengapa seakan-akan orang itu
bangga ketika bisa memainkan karya Chopin, Bach, Mozart, dkk? Mengapa tidak ada
kebanggaan kepada karya sendiri (meskipun jelek)? Mengapa saya bisa mengatakan
tentang ketidakbanggaan kepada karya sendiri? Karena karya musik baru khususnya
instrumental bergaya klasik itu amat amat amat sedikit. Nah, semoga saya salah
karena kurang melakukan pencarian secara menyeluruh. Semoga sebenarnya ada
banyak tapi tidak dapat saya temukan.
Khusus dalam gaya musik
instrumental gaya klasik ya, saya sungguh mengelus dada karna kultur tidak
mengondisikan untuk menjadikan orang the next Mozart tapi hanya menjadikan
orang bangga ketika bisa memainkan Mozart seakan-akan Mozart adalah puncak
intelektualitas musik yang tak tertandingi lagi. Sungguh miris.
Ah saya ini ya, bisanya omong tapi
ga bisa bertindak! Tidak papa sih membikin kritik sastra macam ini tapi amat
baik kalau dilakukan setelah saya sendiri membikin produk otentik yang sama
sekali baru.
Btw saya sedang menuju ke sana.
Musik adalah orientasi masa depan saya. Melatih diri dengan membaca,
mendengarkan, riset-riset macam itu dan juga dengan menulis adalah awal. Inilah
dasar yang saya rintis untuk menjadi giver alias kreator yang bangga dengan
karya sendiri.
Btw ini juga sedang jadi kreator
lho. Tulisan ini misalnya. Keaktifan saya untuk upload essay ke blog maupun
upload video ke youtube merupakan tekad awal saya untuk jadi giver, generasi
kreator yang aktif memberi kontribusi entri di dunia maya.
Apakah anda sudah mengerti point
utama yang ingin saya sampaikan melalui essay ini? sederhana saja: mulai
jadilah pemberi entri di dunia ini.
Maksudnya?
Selama ini mungkin kita senang
nonton video di youtube. Nah, kesenangan ini sebaiknya dikembangkan dengan
membuat video sederhana seperti yang saya lakukan lalu diupload ke youtube. Ini
namanya kita sudah memasukkan satu entri ke dunia melalui media sosial. Sampai
tahap ini sang user sudah berkembang menjadi giver.
Selama ini mungkin kita senang
membaca artikel di blog. Nah, mengapa kita tidak juga bikin artikel dan
mengunggahnya melalui blog pribadi? Kalau semua orang berani menjadi giver
seperti ini, entri di media sosial akan makin banyak sehingga dunia akan makin
berkembang lebih baik lagi (setidaknya dalam taraf intelektual atau filosofis).
Keaktifan saya mengupload essay atau tulisan karya saya sendiri ke blog pribadi
saya kiranya sudah menjadi teladan yang baik ya.
Nah, kalau kita yang gemar
ndengerin musik? Bikin musik kan tidak semudah bikin tulisan untuk blog!
Memang. Kalau begitu setidaknya anda bisa bikin lirik lagu dan mengunggahnya ke
blog. Membikin lirik lagu itu mudah. Sungguh sangat mudah. Basicly semua
tulisan yang anda bikin bisa jadi lagu misalnya rap. Tulisan inipun bisa
dibikin rap. Curhatan anda di buku harian juga bisa jadi rap. Jawaban soal uraian
anda di ujian juga bisa dibikin rap. Oke, yang lebih mudah lagi, omongan
sehari-hari, juga bisa dibikin rap.
Ibu: “Nak, sudah makan belum? Enak
sayur buatan ibu kan!”
Anak: “Sudah kok bu. Tadi jajan
bakmi sama jajan yang lain juga.”
(percakapan sehari-hari semacam
itu juga bisa dibikin rap lho)
Anyway.
Tahu dan menguasai banyak karya
orang lain seperti musik, teori ilmiah, karya sastra, dll adalah baik. Tidak
salah misalnya seorang anak sudah hafal semua musik klasik, hafal seluruh
cerita dalam novel-novel berat, dan hafal kitab suci. Tidak masalah dan
baik-baik saja. Tapi bukankah lebih baik lagi kalau memberi kontribusi pada
dunia dengan cara jadi kreator?
Sesudah baca banyak novel, pembaca
juga jadi novelis.
Sesudah memainkan seluruh lagu
pop, penyanyi akhirnya jadi musisi juga.
Lah setelah hafal kitab suci?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar