Jumat, 06 November 2015

Kekhasan Ajaran Kaweruh Hak 101



Kekhasan Ajaran Kaweruh Hak 101
Essay 7 November 2015

Kekhasan ajaran dalam kepercayaan Kaweruh Hak 101 adalah tidak adanya ortodoksi atau doktrin yang menyatakan eksklusifitas agamawi. Dengan demikian Kaweruh Hak 101 dapat menjadi kepercayaan utama maupun secondary religion. Hal ini dapat terjadi karena Kaweruh Hak 101 pada dasarnya mengajarkan tentang hak itu sendiri. Hak adalah pengetahuan paling mendasar atas spiritualitas manusia. Hak adalah pengetahuan untuk menuntun manusia untuk kembali kepada jati diri dan panggilan hidupnya yang paling hakiki dari Tuhan sendiri. Dalam hal agama misalnya, Kaweruh Hak 101 mengajarkan manusia untuk menemukan mana agama yang paling tepat untuk dipeluk berdasarkan jati diri dan panggilan hidup. Normalnya orang Jawa misalnya, akan menggunakan agama tradisi Jawa. Point kepercayaan yang cenderung ortodoktif tersebut membawa pemahaman bahwasanya agama yang paling tepat untuk manusia adalah agama tradisi yang sesuai dengan domisili. Dengan demikian agama Islam sewajarnya hanya untuk masyarakat di jazirah Arab, agama Yahudi sewajarnya hanya untuk masyarakat di wilayah Israel, agama nasrani sewajarnya hanya untuk masyarakat di wilayah Eropa dan Amerika, agama Khonghucu sewajarnya hanya untuk masyarakat di wilayah China, dan lain sebagainya.
Orang Jawa juga diperbolehkan untuk memeluk agama non tradisi. Kaweruh Hak 101 tidak mempersalahkan kebebasan manusia dalam beragama. Kaweruh Hak 101 lebih mempersalahkan motif manusia dalam berketuhanan. Berketuhanan seyogyanya harus dilandasi oleh panggilan nurani yang sesuai dengan jati diri. Orang Jawa yang beragama nasrani misalnya, harus mampu memberi pertanggungjawaban kenasraniannya sebagaimana masyarakat yang sedari lahir memang hidup dalam kultur nasrani.
Ajaran hak tersebut secara lebih mistik dipahami dalam konteks hidup setelah mati. Pada hakikatnya kematian hanyalah perpindahan dimensi kehidupan. Ajaran hak dapat menuntun manusia untuk menjalani hidup setelah mati dengan lebih mudah. Tuntunan ini memudahkan manusia kembali kepada Tuhan sehingga tidak tersesat di alam antara. Manusia yang memahami hak atau jati dirinya akan menemukan Sang Sumber dengan mudah. Sang Sumber inilah yang dipahami sebagai spiritualitas sesuai domisili. Orang Jawa misalnya, Sumbernya ada di tanah Jawa sehingga apabila orang Jawa tidak menggunakan agama tradisi Jawa maka ia akan kebingungan mencari Sumber. Misalkan orang Jawa tersebut beragama Islam, maka setelah mati ia akan berjalan ke jazirah Arab (alam antara) untuk mencari sumber yang sebenarnya ada di tanah Jawa.
Kembali lagi ke contoh orang Jawa yang beragama nasrani, apakah ia akan tersesat karena Sang Sumber sebenarnya ada di tanah Jawa? Ternyata ajaran hak tidak menyatakan ketersesatan sebagai kemutlakan karena akan bertentangan dengan ortodoksi awal Kaweruh Hak 101 yang justru tidak mengajarkan ortodoksi eksklusif. Ajaran hak masih membuka kemungkinan orang nasrani tersebut untuk dapat kembali kepada Sang Sumber yaitu hanya apabila selama hidupnya ia benar-benar mampu menghayati kekristenan secara ortodoktif sebagaimana yang diinginkan oleh tradisi kekristenan itu sendiri. Dengan demikian dalam alam antara ia akan dapat berjalan terus dan menemukan Sang Sumber yang ada di tanah bukan Jawa. Apabila kekristenan orang tersebut selama hidup tidak dapat dipertanggungjawabkan maka ia akan tersesat di alam antara. Dalam hal ini ajaran mistik Kaweruh Hak 101 membuka kemungkinan untuk penitisan kembali atau reinkarnasi baik sebagai manusia atau sebagai bukan manusia yang pada intinya adalah memberi kesempatan lagi bagi manusia untuk menemukan jati diri atau haknya sendiri (disarikan dari wawancara dan Sumikan & Rories, 2013).


1 komentar: